Kantor Bakrie & Brothers |
JAKARTA, KOMPAS.com - Masa keemasan saham Grup Bakrie di pasar modal Indonesia tinggal kenangan. Kapitalisasi pasar emiten Grup Bakrie kian menciut, seiring kejatuhan harga saham kelompok usaha tersebut.Kepercayaan investor luntur lantaran beragam restrukturisasi utang Bakrie tak kunjung rampung.
Kapitalisasi Grup Bakrie tahun ini merosot tajam ketimbang masa kejayaannya pada tahun 2010-2011. Di 2010, kapitalisasi 9 emiten Grup Bakrie Rp 113,27 triliun atau 3,5 persen dari kapitalisasi Bursa Efek Indonesia (BEI). Dan di 2011, total kapitalisasi 10 emiten Grup Bakrie Rp 108,18 triliun (3 persen kapitalisasi BEI). Ini menjadikan saham Bakrie terus menempati daftar emiten terlikuid, LQ 45. Kini, tak satupun saham Bakrie masuk indeks terencer itu.
Kini, kapitalisasi Bakrie Rp 39,89 triliun, cuma 0,77 persen total kapitalisasi BEI senilai Rp 5.179 triliun. Kejatuhan harga saham itu bersamaan terkoyaknya finansial emiten Bakrie.
Tengok saja, PT Bumi Resources Tbk (BUMI), mengajukan proteksi dari kemungkinan tuntutan pailit para kreditur. Permohonan diajukan ke Pengadilan Kepailitan di Manhattan, AS, oleh anak usaha BUMI, Bumi Investment Pte Ltd. Permohonan itu sebulan setelah Bumi Investment gagal membayar bunga obligasi Oktober 2014.
Pada 2008, harga BUMI sempat ke puncak tertinggi di Rp 8.550 per saham. Tapi Jumat (5/12), harga BUMI longsor 99% ke Rp 78 per saham. Beberapa harga saham Grup Bakrie seperti UNSP, BNBR, BTEL dan ELTY anteng di angka gocap per saham.
Kondisi terkini Grup Bakrie masuk radar Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK siap memantau koreksi nilai saham maupun penyebabnya. "Kalau ada indikasi pelanggaran tentu perlu pengawasan khusus," papar Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida, Sabtu (7/12/2014).
Pengamat Pasar Modal Teguh Hidayat menilai, proteksi kepailitan hanya memberi nafas tambahan ke BUMI, tapi tak memperbaiki fundamental keuangan. Hingga tadi malam, manajemen BUMI belum bisa dimintai konfirmasinya. Direktur Utama BUMI Saptari Hudaya dan Direktur BUMI Dilleep Srivastava tak merespons panggilan telepon dan pesan singkat Kontan. (Narita Indrastiti, Yudho Winarto)