Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD (ANTARA) |
Semarang (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi M. Mahfud MD menegaskan bahwa seseorang tidak dapat dihukum karena keyakinan pribadinya atau pikirannya, termasuk orang yang menganut paham komunisme dan atheisme.
"Tidak bisa hukum mengadili seseorang karena keyakinan atau pikirannya, karena merupakan ruang pribadi atau forum internum. Dan selama ini memang tidak ada undang-undang yang mengatur," katanya di Semarang, Senin.
Hal tersebut diungkapkannya usai Konferensi Nasional Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia (AFHI) bertema "Filsafat Hukum dan Kemajemukan Masyarakat Indonesia" di Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang.
Menurut Mahfud, filosofi yang tertuang dalam Pancasila memang mendasarkan bahwa Indonesia adalah negara berketuhanan, tetapi prinsip-prinsip dasar itu belum dituangkan secara teknis dalam Undang-Undang.
Ia menceritakan bahwa beberapa waktu lalu Kanselir Jerman Angela Merkel berkunjung ke Indonesia, termasuk bertemu dengan dirinya dan menanyakan beberapa hal, salah satunya membolehkan penganut komunisme dan atheisme.
"Saya katakan bahwa orang yang menganut komunisme dan atheisme tidak bisa dihukum di Indonesia. Sekarang mau dihukum dengan UU apa? Pasal berapa dan ancamannya apa? Belum ada UU yang mengatur tentang itu," katanya.
Mahfud juga mengakui bahwa statemennya tersebut kemudian ramai diperbincangkan di situs jejaring sosial "twitter" dan mengundang banyak penentangan, namun memang tidak ada satu pun UU melarang keyakinan komunis dan atheis.
"Orang yang mengaku atheis tidak bisa dihukum. Kecuali, dia mengorganisasi dan menyebarkan ajaran tersebut. Kalau dia melakukan gerakan-gerakan yang bersinggungan dengan orang lain baru ada hukumnya," katanya.
Tidak ada orang yang langsung bisa dihukum karena melanggar Pancasila, tanpa adanya UU, ungkap dia, sebagai contoh orang yang membunuh tidak dihukum karena melanggar Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
"Secara filosofi ya melanggar sila itu. Namun, dia (orang yang membunuh, red.) dihukum karena melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur jelas setiap dakwaan dan hukumannya," kata Mahfud.