Wiwin Suwandi, mantan sekretaris pribadi Ketua KPK Abraham Samad.
|
JAKARTA — Mantan sekretaris pribadi Abraham Samad, Wiwin Suwandi, mengaku tidak hanya siap dipidana atas kasus pembocoran surat perintah penyidikan (sprindik) Anas Urbaningrum, tetapi juga siap mati demi memberantas korupsi.
"Saya bukan saja siap dipidana, tapi saya juga siap mati," ujar Wiwin dalam wawancara eksklusif dengan Kompas TV, Minggu (7/4/2013), saat ditanya mengenai konsekuensi perbuatannya.
Wiwin membocorkan draf sprindik KPK atas nama Anas Urbaningrum karena ia mengganggap kasus ini lamban dituntaskan. Ia juga mengaku tidak ada yang memaksanya melakukan pembocoran itu. "Saya melakukan itu atas nama saya sendiri dan karena idealisme saya. Saya benci korupsi," ujarnya dalam acara Kompas Petang.
Meski siap menghadapi risiko, sejak ditetapkan sebagai tersangka pelaku pembocoran sprindik, Wiwin mengaku berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi lain. "Sejak kasus ini ramai di media, saya pindah-pindah tempat dari kos teman ke kos teman lain. Saya menghindarkan dari risiko (keamanan) itu," kata Wiwin.
Sebelumnya, praktisi hukum Adnan Buyung Nasution menyatakan, bila memang diduga ada pelanggaran pidana, kebocoran draf sprindik atas nama Anas Urbaningrum di KPK dapat dibawa ke ranah hukum. Langkah hukum ini dapat ditempuh bila motif pelaku pembocoran diduga mengandung unsur pidana.
"Komite Etik dapat melaporkan kasus ini ke polisi kalau memang ada unsur pidana," kata Adnan, di kantor Concern ABN, Rabu (3/4/2013). Namun, ujar dia, Komite Etik tidak memiliki wewenang untuk memecat pelaku yang diduga membocorkan sprindik tersebut.
Komite Etik KPK mengumumkan hasil pemeriksaan atas bocornya draf sprindik atas nama Anas Urbaningrum di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (3/4/2013). Komite Etik menyatakan dokumen sprindik yang beredar di sejumlah media massa identik dengan dokumen yang ada di laptop milik sekretaris Ketua KPK Abraham Samad, Wiwin Suwandi.
Motif pembocoran dokumen hanya diakui berlatar kegeraman kepada koruptor. Dewan Pertimbangan Pegawai KPK sudah merekomendasikan pemecatan Wiwin, tinggal menunggu persetujuan pimpinan KPK.
Selain itu, Komite Etik juga menemukan konsep pengajuan sprindik Anas Urbaningrum tidak dilakukan sesuai prosedur sprindik. Selama ini, proses tata kelola dokumen di tingkat pimpinan KPK juga diketahui belum diatur secara rinci untuk menjamin kerahasiaannya.
Abraham mendapatkan sanksi peringatan tertulis untuk pelanggaran sedang kode etik karena dinilai lalai mengawasi anak buahnya dan memiliki beberapa catatan yang dinilai melanggar kode etik sebagai pimpinan KPK. Sementara Wakil Ketua KPK Adnan Pandupraja mendapatkan sanksi teguran lisan untuk pelanggaran ringan kode etik karena menyatakan mencabut tanda tangan pada draf sprindik dan menyatakan nilai dugaan korupsi Anas bukan level KPK.