Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. |
JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyeret Ketua DPR RI Setya Novanto, masuk ranah hukum. Kejaksaan Agung mulai mengumpulkan bahan keterangan perkara tersebut.
"Secara resmi kami saat ini baru pada tahap akan melakukan lidik (penyelidikan). Kami saat ini juga sedang melakukan pendalaman kasus itu,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah dalam keterangan tertulis, Selasa (1/12/2015).
Unsur pidana yang didalami penyidik, lanjut Arminsyah, adalah dugaan permufakatan jahat yang mengarah ke tindak pidana korupsi sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Arminsyah mengatakan, Pasal 15 UU Tipikor jelas mengatur bahwa setiap orang yang melakukan percobaan, membantu atau bermufakat untuk melakukan tindak pidana korupsi, juga dapat dipidana.
Adapun, pasal yang dijadikan pasal pokok, yakni Pasal 2, 3 dan 5 UU yang sama.
Menurut Arminsyah, dalam konteks tindak pidana korupsi, baru percobaan saja sudah memiliki bobot yang sama dengan tindak pidana korupsi itu sendiri.
"Kalau pembunuhan, antara percobaan pembunuhan dengan pembunuhan itu dinilai berbeda, pidananya juga beda. Tidak demikian dengan tindak pidana korupsi," ujar dia.
Sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan. Laporan itu masih diproses MKD.