Anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK, Yenti Garnasih, saat ditemui di Kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (26/6/2015). |
JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Yenti Garnasih, mengatakan bahwa anggota Pansel tidak pernah mengharuskan adanya keterwakilan institusi Polri dan Kejaksaan dalam komposisi pimpinan KPK. Menurut dia, kerja sama antarlembaga penegak bukan melalui keterwakilan, tetapi melalui koordinasi fungsi.
"Tidak ada yang mengatur soal keterwakilan, tetapi yang perlu diperhatikan adalah bagaimana fungsi supervisi dan koordinasi dengan Polri dan Kejaksaan berjalan dengan baik," ujar Yenti, saat ditemui di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (26/6/2015).
Menurut Yenti, pembentukan KPK sejak awal karena Polri dan Kejaksaan dinilai kurang efektif dalam memberantas kasus-kasus korupsi.
Kehadiran KPK diharapkan mampu memperkuat Polri dan Kejaksaan dalam penegakan hukum. Selain itu, Yenti mengatakan, dalam Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang KPK, telah disebutkan bahwa salah satu fungsi KPK adalah melakukan supervisi dengan lembaga penegak hukum lainnya.
Karena itu, pimpinan KPK ke depannya diharapkan mampu melakukan koordinasi yang baik dengan Polri dan Kejaksaan.
"Dalam kondisi saat ini, jika koordinasi mampu dijalankan dengan baik, pasti akan berpengaruh terhadap hubungan sesama lembaga penegak hukum," kata Yenti.
Yenti mengakui bahwa Pansel KPK mengundang anggota Polri dan Kejaksaan untuk mengikuti seleksi calon pimpinan KPK.
Ia memastikan Pansel KPK akan bekerja secara objektif. Hingga Rabu malam, tercatat ada 19 peserta seleksi calon pimpinan KPK yang berasal dari latar belakang Kepolisian.
Dari jumlah tersebut, enam di antaranya adalah purnawirawan, sementara sisanya adalah anggota aktif Polri. Hingga saat ini, belum ada pendaftar seleksi yang berasal dari latar belakang Kejaksaan.