Mantan anggota Gafatar yang terusir dari tanah impian mereka (Foto: Antara) |
JAKARTA - Ribuan eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), dipulangkan dari Kalimantan Barat ke Pulau Jawa. Selanjutnya, mereka ditampung di panti sosial sebelum akhirnya dipulangkan ke rumah masing-masing.
Guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Gadjah Mada (UGM), Siti Partini menilai, pemerintah perlu merancang program pemberdayaan untuk mereka.
"Perlu program lanjutan, pemberdayaan, karena manusia harus terpenuhi kebutuhan primernya," ujar Partini kepada Okezone, Jumat (29/1/2016).
Program tersebut bakal terlaksana, lanjut Partini, jika pemerintah memperhatikan sesuatu yang hilang dari mereka, yakni lingkungan sosialnya. Tanpa menyiapkan itu, upaya negara dalam menyadarkan eks Gafatar akan dianggap sia-sia.
"Kalau itu terpenuhi, program (pemberdayaan) itu bisa jalan. Kalau tempat tinggal tidak punya apalagi, gimana mau ada program. Kalau secara individu, itu program bantuan. Program sementara (saat ini), memberikan kasih makan, tapi program sustainable tidak bisa kalau mereka tidak punya kelompok," imbuhnya.
Partini menambahkan, pengikut Gafatar, rela meninggalkan kampung halamannya. Sebab itu, tidak mungkin ormas tersebut tidak memiliki tawaran yang lebih indah di perantauan. Alhasil, tak sedikit yang mau menjual harta bendanya untuk dijadikan bekal sekaligus modal mengikuti Gafatar.
"Tawarannya menggiurkan. hartanya di desa dijual, untuk saving. Kan mereka tidak tahu akan direkrut anggota Gafatar, taunya mereka diajak melakukan kegiatan ekonomi bahwa di sana lebih baik. Ketika terbongkar, jadi bingung pulang kemana," sambungnya.
Ketika tidak punya apa-apa, eks Gafatar pun cenderung malu untuk kembali ke kampung halamannya. Sebab itu, pemerintah, lanjut Partini harus betul-betul medampingi usai membentuk kelompok bagi mereka dan menyusun program pemberdayaan.
"Perlu pendampingan sampai benar-benar kembali agar pemberdayaan betul-betul masuk," tukasnya.