PENYELEWENGAN dan pemborosan dalam penggunaan keuangan negara telah berkembang menjadi kebiasaan buruk yang teramat masif. Dari tahun ke tahun, praktik itu terus dijalankan untuk kemudian diulang kembali seolah tanpa ada tindakan untuk menghentikannya.
Pemborosan paling mutakhir terungkap ketika Badan Pemeriksa Keuangan menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2013 dalam Sidang Paripurna DPD yang dipimpin Ketua DPD Irman Gusman, Senin (14/4). Dalam kesempatan tersebut, BPK melaporkan 3.452 kasus yang berdampak finansial senilai Rp9,24 triliun.
Dari jumlah itu, Rp1,78 triliun atau sebesar 1.840 kasus dipastikan sudah menjadi kerugian negara. Sisanya, sebanyak 586 kasus senilai Rp4,83 triliun dikhawatirkan juga akan berakhir sebagai kerugian negara.
Dalam laporan yang sama, BPK juga memaparkan temuan kasus kekurangan penerimaan negara sebanyak 1.026 kasus senilai Rp2,63 triliun. Selain kasus berdampak finansial, juga ditemukan pemborosan di tubuh kabinet pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sebesar Rp4,72 triliun.
Pemborosan itu mencakup 3.505 kasus sebagai kasus kelemahan sistem pengawasan internal (SPI), 1.782 kasus kelemahan administrasi, dan 2.257 kasus ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan.
Kita sejujurnya tidak lagi menganggap temuan-temuan BPK itu sebagai sesuatu yang baru. Kita pun tidak lagi merasa terkejut atau bahkan shocked dengan fakta-fakta tersebut. Sebabnya, dari tahun ke tahun, kita selalu saja diberikan laporan tentang adanya penyimpangan, pemborosan, dan kerugian dalam penggunaan keuangan negara.
Akan tetapi, ketidakterkejutan itu tidak boleh membuat kita menjadi apatis untuk kemudian membiarkan berbagai bentuk penyimpangan keuangan negara tersebut terus berlangsung.
Sesungguhnya, berbagai kritik bahkan kecaman atas praktik-praktik buruk itu tidak pernah berhenti dilontarkan. Namun, pengelola negara yang terus menjalankan praktik penyimpangan dan pemborosan seperti telah membutakan mata dan menulikan telinga mereka dari kritik, bahkan yang paling keras sekalipun.
Karena itu, tidak bosan-bosannya kita mengingatkan para penyelenggara negara untuk menghentikan praktik tidak prudent dalam menggunakan keuangan negara. Kita merasa prihatin karena pada saat sumber-sumber keuangan negara semakin mengalami keterbatasan akibat kondisi perekonomian global yang belum sepenuhnya pulih dari resesi, dana negara yang ada malahan diselewengkan dan dihambur-hamburkan.
Kita mengecam penyelenggara negara yang tidak peduli dan tetap saja mempergunakan kesempatan untuk memperkaya diri dengan menyelewengkan dan bahkan mencuri uang rakyat. Karena itu, kita juga mendesak pemerintah mempertanggungjawabkan pemakaian uang negara tersebut sebaik-baiknya dan serinci-rincinya.
Kita juga mendorong agar BPK merinci lebih jauh untuk memastikannya sehingga bentuk-bentuk penyimpangan dan pemborosan tersebut dapat diproses sebagai pelanggaran perdata atau bahkan pidana. Bila ada penyimpangan di dalamnya, penegak hukum wajib menindaklanjutinya.
Kita mengingatkan pula agar pemerintahan baru kelak tidak mengulang kesalahan pendahulunya. Pemerintahan mendatang bisa mengawalinya dengan membentuk kabinet ahli atau kabinet kerja.