Aksi demonstrasi mengenang Marsinah (VIVAnews/Tri Saputro) |
VIVAnews - Sudah 19 tahun, pelaku pembunuhan buruh Marsinah belum menemui titik terang. Bahkan sampai 14 tahun reformasi berjalan. Pemerintah pun diminta tak membiarkan kasus ini kedaluwarsa.
Menurut Juru Bicara Perempuan Mahardika, Vivi Widyawati, selama 19 tahun ini pemerintah terkesan membiarkan kasus Marsinah tidak terselesaikan.
"Tahun depan kasus Marsinah genap 20 tahun. Di mana 20 tahun adalah jenjang waktu bagi kasus itu kedaluwarsa jika tak terselesaikan," kata Vivi dalam konferensi pers di Kantor Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Jakarta, Senin 7 Mei 2012.
Vivi melihat, tidak ada keseriusan pemerintah menangkap para pelaku pembunuhan Marsinah. Pemerintah dia menilai tidak memiliki kepentingan untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM dan hak-hak perempuan.
Marsinah, kata Vivi, adalah gambaran buruh perempuan yang menjadi korban kolaborasi antara pengusaha dan militer. Menurutnya, kolaborasi itu bukan hal yang aneh. Karena dalam konsep negara yang berpihak pada modal, maka militer akan selalu dibutuhkan dan digunakan untuk menjaga alat-alat produksi milik pemodal.
Dijelaskan Vivi, Pemerintah Orde Baru memang berupaya membuat pengadilan untuk menyelesaikan kasus pembunuhan Marsinah. "Namun, itu hanyalah drama. Bohong belaka, hanya rekayasa, karena peradilan pada masa Orba tersebut berusaha menutup-nutupi keterlibatan militer," kata dia.
Hal senada juga dikatakan staf Humas Radio Komunitas Marsinah FM, Dian Septi Trisnanti. Ia juga menuding, pemerintah tidak serius dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat. "Ada kesan pemerintah ingin membuat kasus Marsinah kedaluwarsa," kata dia.
Meski kasus itu pelik, para aktivis ini tetap menuntut dibukanya kembali kasus Marsinah. Karena itu, lanjut Dian, pihaknya menuntut agar pemerintah mengusut tuntas kasus Marsinah dan menangkap semua yang coba menghalangi atau menyembunyikan barang bukti pembunuhan Marsinah.
Pada 9 Mei 1993, jasad Marsinah ditemukan tergeletak di sebuah gubuk berdinding terbuka di pinggir sawah dekat hutan jati, Dusun Jegong, Desa Wilangan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Jasad Marsinah ditemukan setelah hilang pada 5 Mei 1993 usai terlibat aktif dalam pemogokan buruh PT Catur Putra Surya, sebuah perusahaan arloji.
Saat ditemukan, tubuh Marsinah ditemukan dalam keadaan penuh luka. Dia diduga juga mendapat kekerasan berat baik fisik maupun seksual.
Sebelum ditemukan tewas, Marsinah diketahui sempat protes kepada Kodim Sidoarjo, karena telah menangkap 13 rekannya yang ditekan secara fisik dan psikologis untuk dipaksa menandatangani surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Di tahun dia terbunuh, Marsinah mendapat penghargaan Yap Thiam Hien. (umi)