UU Perkawinan Mendiskriminasi Pasangan Beda Agama

Author : Administrator | Saturday, September 06, 2014 09:46 WIB
Ilustrasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Human Right Watch (HRW), Andreas Harsono, mengatakan, pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan  mengakibatkan diskriminasi terhadap pasangan beda agama. Ia melihat pasal tersebut telah membuat warga yang ingin nikah beda agama harus mengorbankan agama dan kepercayaannya demi mendapat status hukum yang sah.

"Di Indonesia, UU Perkawinan mengandung pasal di mana orang dibikin sulit bila hendak menikah dengan (pasangan) yang beda agama. Mereka yang ingin nikah beda agama harus mengalah dengan mengikuti agama pasangannya. Diskriminasi bukan?" kata Andreas kepada Kompas.com melalui pesan elektronik, Jumat (5/9/2014) malam.

Andreas menyebutkan, salah satu prinsip dasar dalam perkawinan adalah kerelaan dari kedua orang yang terlibat dalam pernikahan. Hal ini, kata dia, sudah ditegaskan dalam International Covenant on Civil and Political Rights.

Namun di Indonesia, Andreas melihat UU perkawinan justru mengandung pasal yang mempersulit  orang yang ingin nikah beda agama karena harus mengorbankan agama dan kepercayaan yang dianut. "Artinya unsur free and consent dilanggar oleh UU perkawinan," ucap Andreas yang juga seorang wartawan senior itu.

Untuk itu, Andras menyatakan sangat mendukung upaya lima orang mahasiswa dan alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang mengajukan yudicial review terhadap pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 tahun 1974 itu ke Mahkamah Konstitusi. Andreas juga mengapresiasi langkah hukum pemohon yudicial review karena adanya keinginan untuk memperkuat hukum di Indonesia dengan saluran yang ada.

Ia sepakat, sebuah unit keluarga di masyarakat harus dilindungi negara, termasuk perlindungan terhadap hak orang untuk menikah dan membentuk keluarga.

Sejumlah mahasiswa dan alumni FH UI yaitu Anbar Jayadi, Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata, dan Lutfi Sahputra menggugat Undang-Undang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi karena ingin ada kepastian hukum bagi warga yang menikah beda agama. Mereka menafsirkan, pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 tahun 1974 yang berbunyi "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaan itu " telah menyebabkan ketidakpastian hukum bagi yang akan melakukan perkawinan beda agama di Indonesia. Imbasnya, menurut Anbar Jayadi sebagai salah satu pemohon, masyarakat Indonesia yang hendak melangsungkan pernikahan beda agama justru menghindari pasal tersebut dengan cara penyelundupan hukum, yaitu dengan menggunakan modus pernikahan di luar negeri atau juga penikahan secara adat.

"Jadi pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 tahun 974 itu justru berujung penyelundupan hukum. Harusnya, konstitusi memberikan kepastian hukum," kata Anbar usai persidangan di MK, Kamis lalu.

Pada persidangan pendahuluan tersebut, Anbar dan kawan-kawan meminta kepada MK, untuk menyatakan pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bertentangan pasal 27 ayat (1) dan pasal 28B ayat (1), pasal 28D ayat (1) pasal 28E ayat (1), pasal 28E ayat (2), pasal 28I ayat (1), dan pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 karena tidak punya kekuatan hukum yang mengikat.

من المقطوع: http://nasional.kompas.com/read/2014/09/06/09352001/UU.Perkawinan.Mendiskriminasi.Pasangan.Beda.Agama
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: