Analisis Pertumbuhan Ekonomi Asia

Author : Hendra Kusuma*, Taufik N** | Tuesday, December 11, 2012 09:16 WIB

Ekonomi Asia berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang sangat mengesankan dalam kurun waktu hampir tiga puluh tahun. Pertumbuhan PDB di wilayah Asia dihitung dalam Purchasing Power Parity (PPP) naik dari sekitar 3,3 triliun US Dollar pada tahun 1980 menjadi sekitar 24,5 triliun US Dolar pada tahun 2009.  Dibandingkan dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi dunia yang tumbuh sebesar 3 kali lipat dalam periode yang sama, pertumbuhan ekonomi Asia jauh lebih tinggi yaitu hampir 7,5 kali lipat dalam tiga dekade. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Asia, telah meningkatkan pendapatan riil per kapita lebih dari 4 kali lipat selama periode tersebut. Sementara rata-rata kenaikan pendapatan per kapita global kurang dari dua kali lipat dalam periode yang sama. Pada tahun 1980, pendapatan rata-rata Asia hanya sekitar seperempat dari rata-rata dunia, kemudian meningkat menjadi dua pertiga dari pendapatan rata-rata dunia.

Untuk melihat determinan pertumbuhan Ekonomi Asia, penelitian yang dilakukan oleh (Lee, Hong 2012), dengan menggunakan kerangka penghitungan pertumbuhan menghasilkan bahwa perekonomian Asia tumbuh secara cepat selama tiga dekade karena peningkatan yang cepat dalam akumulasi kapital. Kontribusi pendidikan dan Produktifitas Faktor Total terhadap pertumbuhan dalam periode 1981-2007 di wilayah Asia relatif terbatas.

Sumber utama pertumbuhan dari beberapa negara Asia yaitu Cina, Hongkong, India, Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Pakistan, Filipina, Singapura, Taipei, Thailand dan Vietnam. Selama tahun 1981-2007, akumulasi kapital (kapital/pekerja) memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia. Diantara sumber-sumber pertumbuhan tersebut, pertumbuhan modal manusia (human capital)  memberikan kontribusi terkecil terhadap pertumbuhan GDP hampir di semua negara tersebut yang sebagian besar berada di bawah satu persen, kecuali beberapa negara seperti Malaysia, Singapura dan Taipei berada di atas satu persen tetapi tidak lebih dari dua persen.

Pertumbuhan tenaga kerja mengalami trend yang menurun dalam menciptakan pertumbuhan GDP Asia kecuali untuk beberapa negara yang mengalami fluktuasi yaitu India, Pakistan dan Vietnam. Dari tabel di atas, pertumbuhan produktifitas total (TFP) dari beberapa negara memiliki keragaman. Pertumbuhan TFP dalam menciptakan pertumbuhan output perekonomian terbesar dialami oleh Cina dengan trend yang selalu meningkat yaitu sebesar 3,02 persen selama periode 1981-1990 menjadi 3,72 persen selama 1991-2000 dan 6,06 persen selama 2000-2007 dengan rata-rata pertumbuhan 1981-2007 sebesar 4,07. Berbeda dengan Cina dan beberapa negara asia lainnya, pertumbuhan TFP dalam kontribusinya terhadap pertumbuhan GDP beberapa negara Asia seperti Indonesia, Malaysia, Pakistan dan Filipina secara rata-rata selama 1981-2007 bahkan tidak mencapai satu persen.

Melihat fenomena determinan pertumbuhan ekonomi Asia, muncul pertanyaan mampukah teori pertumbuhan yang ada menjelaskan proses pertumbuhan di Asia? Secara sederhana kita dapat menjawab pertanyaan ini dengan menggunakan model pertumbuhan Solow.  Dalam kasus beberapa negara Asia tersebut, akumulasi kapital merupakan determinan utama dari pertumbuhan ekonomi (Lihat grafik)

Grafik.1 Sumber-sumber Pertumbuhan Negara-Negara Asia,1981-2007

         Sumber : Lee,Hong 2010

 

Sesuai dengan Model Solow, pertumbuhan ekonomi akan terjadi selama akumulasi kapital terus berlangsung hingga mencapai kondisi steady state dan kemudian stagnan. Pertumbuhan selanjutnya sepenuhnya akan ditentukan oleh technical progress dengan indikator Produktifitas Faktor Total. Dari tabel di atas terlihat bahwa sumber utama dari pertumbuhan negara-negara Asia berasal dari modal per pekerja dengan trend yang selalu meningkat. Kontribusi produktifitas faktor total (TFP) dan sumber daya manusia (human capital) relatif kecil terhadap pertumbuhan output, sementara pertumbuhan terus terjadi dengan nilai yang relatif tinggi, sehingga untuk kasus beberapa negara Asia tersebut perekonomian masih belum mencapai steady state dimana pertumbuhan akan berkesinambungan sejalan dengan kenaikan produktifitas faktor total (TFP).

Jika menggunakan model pertumbuhan endogen untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi Asia untuk saat ini, maka teori ini akan menjadi lebih relevan apabila digunakan untuk memproyeksi pertumbuhan Asia ke depan setelah perekonomian mencapai steady state. Sesuai dengan teori pertumbuhan endogen dengan model dua sektor, maka pertumbuhan akan terus berlanjut dan berkesinambungan jika negara-negara Asia meningkatkan investasi di sektor pendidikan dan riset tanpa mengasumsikan pergeseran eksogen dalam fungsi produksi.

 

Kesimpulan

          Pertumbuhan ekonomi Asia yang cukup pesat selama tiga dekade yaitu sejak 1981-2007 secara sederhana dapat dijelaskan dengan menggunakan Model Pertumbuhan Solow dimana akumulasi kapital merupakan determinan penting bagi sebuah pertumbuhan. Penggunaan Model Solow dalam menjelaskan pertumbuhan ekonomi Asia didukung oleh data yang secara rinci menunjukkan bahwa pertumbuhan modal per pekerja memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan GDP untuk seluruh negara Asia yang dianalisis, sedangkan kontribusi pendidikan (human capital) masih relatif terbatas.

          Rekomendasi kebijakan agar pertumbuhan Asia dapat berkesinambungan difokuskan kepada peningkatan investasi dalam riset dan pendidikan sehingga meningkatkan produktivitas input faktor baik kapital maupun tenaga kerja. Fenomena convergensi yang menyebabkan pertumbuhan stagnan pada saat steady state dapat di atasi melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan variabel endogen sebagaimana dijelaskan oleh teori pertumbuhan endogen.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Dornbusch Rudiger, Fischer Stanley, Startz Richard, 2008. Makroekonomi edisi ke sepuluh (terjemahan). PT. Media Global Edukasi Jakarta.

Fischer. Manfred, 2010. A Spatial Mankiw-Romer-Weil Model: theori and evidence Springer-Verleg.

Lee. JW, Hong Kiseok, 2012. Economic Growth in Asia : Determinants and Prospects. Japan and the World Economy 24 (2012) 101-103.

Mankiw. N.Gregory, 2006. Makroekonomi Edisi ke enam (terjemahan). Erlangga Jakarta.

Romer David, 2006. Advanced Macroeconomics third edition. McGraw-Hill companies- New York.

 

 

*Staff Pengajar Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah malang

**Staf pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Kerinci- Jambi

Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: