Pernikahan Dini Masih Tinggi
Mojo adalah desa yang terletak di Kecamatan Padang, Kabupaten Lumajang. Dalam beberapa tahun ini, desa tersebut mengalami jumlah pernikahan dini yang signifikan. hasil penelusuran ke desa itu, Kepala Desa setempat mengatakan jika pernikahan dini masih tinggi. Hal ini sangat mengejutkan, mengingat usia pernikahan yang masih dibawah umur, akan beresiko tinggi bagi ibu maupun anak saat proses melahirkan.
Hal itu diungkap oleh Ahmad Sabeben, Kepala Desa Mojo, Kecamatan Padang. Sudah menjadi adat bagi warga desanya, orang tua yang memiliki anak berumur harus segera menikahkannya. Sehingga kegiatan pendidikan seringkali diabaikan. “Sulit sekali membendung hal itu. Sebab sudah menjadi adat,” tuturnya.
Uniknya, mereka kebanyakan tidak melakukan pernikahan dibawah tangan atau pernikahan sirrti. Unutk dapat melegalkan pernikahan itu, para orang tua menempuh jalur pengajuan dispensasi pernikahan. Sebab banyak dari anaknya yang masih belum cukup umur. “Banyak yang mengajukan. Saya juga heran,” tegasnya.
Hal itu yang sempat membuatnya pusing. Sebab dalam peraturan perundang-undangan, diatur jika seseorang hendak melakukan pernikahan, dan masih di bawah umur, harus melakukan pengajuan dispensasi pernikahan dulu.
Dalam pasal 7 ayat 3 Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dijelaskan, seseorang harus mengajukan dispensasi perkawinan jika salah seorang pasangan atau keduanya masih belum cukup umur. Dalam undang-undang itu juga dijelaskan, batas minimal seorang perempuan adalah 16 tahun dan batas minimal seorang laki-laki adalah 19 tahun. “Banyak yang mengajukan tanda tangan kepada saya untuk diajukan ke Pengadilan Agama, “ ungkapnya.
Berdasarkan pengamatannya, jika dilihat dari berbagai pengajuan yang ada, masyarakat desanya adalah orang yang tertib administrasi. Adanya peraturan pembatasan umur minimal dalam undang-undangm tidak lantas diselesaikan dengan melakukan nikah siri. Mereka tetap melakukan tertib administrasi hingga ke Pengadilan Agama.
“Seharusnya jika tidak boleh, yang jangan memberikan peluang seperti ini. Sebab, jika masih ada peluang, masyarakat tetap saja melakukan pernikahan dini,” kritiknya.
Dengan adanya peraturan itu, dirinya tidak bisa berbuat banyak. Tetap saja pengajuan itu di-disposisi olehnya.
Dinilainya, adanya faktor pernikahan dini di desanya sangat variatif. Mulai tingkat ekonomi, adat-istiadat hingga tingkat pendidikan. “Dari anaknya sendiri, terkadang memilih untuk berkeluarga daripada untuk meneruskan sekolah. Kan juga repot,” ungkapnya.
Selama ini, dirinya tidak kurang-kurang melakukan sosialisasi. Pada setiap kesempatan sebenarnya selalu ditekankan perihal pernikahan dini. Seperti saat dirinya diundang dalam suatu acara. Pada saat sambutan, selalu ditekankan resiko tentang pernikahan dini.
Usahanya itu juga saat ada anak yang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Selalu dirinya menerangkan kronologis yang terjadi di desanya. Sehingga lewat anak-anak itu, diharapkan bisa membantu kesadaran penduduk untuk memperhatikan kesehatan reproduksi. Sehingga tidak menjadikan resiko pada saat sang itri hamil hingga melahirkan. “Jika umurnya masih kurang, rentan sekali bagi seorang ibu saat hendak melahirkan,” ungkapnya.