Dunia Pendidikan di Indonesia yang Semakin Menantang
Author : Haidar Musyafa | Tuesday, April 15, 2014 09:50 WIB
Seperti sudah kita ketahui bahwa hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak merupakan salah satu perkara terpenting yang sudah tertuang di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Di sana dijelaskan bahwa pemerintah memiliki kewajiban penuh untuk menyediakan sarana dan pra-sarana pendidikan yang berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini sudah menjadi ketetapan terpenting nomer dua setelah pemerintah mendapatklan mandat untuk mensejahterakan rakyat. Jika kita kaji lebih dalam lagi, tentunya masalah pendidikan ini merupakan sesuatu yang sangat penting untuk ditingkatkan, agar rakyat Indonesia semakin melek huruf dan negara pun ikut mengalami kemajuan.
Akan tetapi yang sampai saat ini membuat kita bersedih adalah jarang sekali kita mendengar adanya perdebatan yang membahas masalah atau isu-isu yang mendasar terkait dengan masalah pendidikan. Misalnya saja pemberantasan korupsi yang ada di sektor pendidikan ini, membahas masalah peningkatan kuwalitas guru dan memperhatikan kesejahteraan mereka, mengadakan sarana dan pra-sarana yang bisa meningkatkan kualitas pendidikan kita, dan penetapan sistem akreditasi yang lebih baik lagi. Itulah beberapa hal yang sampai sekarang masih menjadi pertanyaan kita yang paling mendasar, bahkan masalah sepeti ini terkesan dikesampingkan oleh pemerintah sebagai pihak yang berwenang.
Sampai detik ini yang santer terdengar justru masalah-masalah ataupun isu-isu seputar apakah seorang murid berkewajiban untuk mengikuti Ujian Nasional (UAN) dan apakah seorang siswa dianggap perlu untuk mempelajari sains dan ilmu matematika sejak mereka duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Padahal sebenarnya masalah sepeti tersebut di atas seharusnya sudah selesai dua atau tiga dekade yang lalu. Nah, jika hal ini kita cermati lebih dalam lagi, tentu kita akan bersepakat; sepertinya pemerintah (terutama para pembut kebijakan) di sektor pendidikan ini memiliki prioritas yang salah.
Tampaknya sistem birokrasi di negara ini kurang memiliki kecerdasan dan keahlian untuk memprioritaskan masalah pendidikan ini. Hal ini bisa kita lihat dengan pembahasan yang di bahas di sektor pendidikan hanya itu-itu saja (misal, standart menentukan kelulusan itu menjadi hak sekolah atau pemerintah, dll). Baru-baru ini saja pemerintah tergerak untuk memperhatikan sektor pendidikan dan kemudian memutuskan untuk meningkatkan anggarannya pada sektor ini. Sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang akan menaikkan anggaran untuk sektor pendidikan sebesar 7,5% pada tahun 2014 mendatang.
Apakah hanya dengan mendengarkan kabar tersebut lantas kita akn menjadi lega? Tentu saja belum. Sebab, setelah anggaran pendidikan tersebut benar-benar naik, maka sektor ini harus segera bersaing dengan beberapa sektor lainnya untuk saling berlomba-lomba agar bisa mendapatkan alokasi/anggaran yang jauh lebih besar. Ya, beberapa fakta telah membuktikan kekhawatiran ini. Kita bisa melihat bagaimana pemerintah memperlakukan sektor pertanahan dan pekerjaan umum, bukan? Ternyata pemerintah memberikan anggaran yang jauh lebih besar kepada kementrian pertanahan dan kementrian pekerjaan umum jika dibandingkan dengan jumlah alokasi dana yang pemerintah berikan kepada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang menduduki posisi di peringkat tiga.
Nah!
Memang benar, sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, pemerintah telah menghabiskan anggaran dana yang tidak sedikit jumlahnya. Dari total anggaran dana sebanyak Rp. 41, 7 triliun yang pemerintah anggarkan untuk Kementrian Agama pada tahun 2012, sekitar Rp. 31, 5 triliun dialokasikan pemerintah untuk meningkatkan pendidikan agama di bawah lini Pendidikan Agama Islam pada kementrian tersebut, yang kemudian disalurkan ke lebih dari 4.000 madrasah negeri di seluruh Indonesia. Sementara itu, di tahun yang sama sebenarnya pemerintah telah menyiapkan dana tidak kurang dari Rp. 66 triliun yang dikhususkan untuk Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pada waktu itu Presiden Susilo bambang Yudhoyono telah berjanji kepada rakyat Indonesia untuk meningkatkan anggaran dana pendidikan. Akan tetapi seiring dengan mewabahnya budaya korupsi di Indonesia, janji Bapak Presiden yang bertajuk “Pendidikan Bekuwalitas Untuk Semua” terkesan omong kosong, khususnya bagi rakyat miskin yang menggantungkan biaya pendidikan anak-anaknya kepada pemerintah.
Nah, jika kita perhatikan data-data di atas, tentu saja kita akan bertanya-tanya; ke mana dana sebesar itu disalurkan? Jika dana itu dialokasikan disektor pendidikan, mengapa sampai saat ini janji Bapak Presiden tersebut belum bisa dinikmati? Yah, seperti inilah keadaan negara kita. Indonesia tercinta ini. Sampai saat ini masalah yang terkait dengan dunia pendidikan masih menjadi sektor yang paling besar angka korupsinya di Indonesia. Sekarang, mari kita perhatikan fakta di bawah ini:
Dari beberapa data yang diperoleh oleh Indonesia Coruption Watch (ICW) pada tahun 2011 menyebutkan bahwasanya kasus penyuapan terbanyak berasal dari sektor pendidikan. Lembaga ini telah menemukan sekitar 436 kasus penyuapan/korupsi dan sudah ditangani secara langsung oleh penegak hukum. Yang membuat kita mengelus dada, 54 atau sekitar 12, 4% dari jumlah kasus yang ada berhubungan langsung dengan korupsi di sektor pendidikan. Nah, jika kita cermati lebih mendalam kasus yang ditemukan oleh ICW tersebut, ternyata tingkat korupsi semakin parah seiring dengan meningkatnya biaya anggaran pendidikan yang dialokasikan oleh pemerintah. Semakin besar nilai dana yang pemerintah berikan, maka akan semakin besar pula peluang korupsinya di sana?
Namun yang benar-benar membuat kita semakin bersedih hati, ternyata hampir sebagian besar uang yang mereka curi adalah dana/anggaran yang pemerintah alokasikan khusus untuk warga negara miskin, di antaranya mencakup anggaran dana untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan bantuan sosial yang pemerintah tujukan untuk membangun gedung-gedung sekolah di wilayah miskin dan terpencil di Indonesia.
Hal inilah yang kemudian membuah hati kita semakin terasa perih dan pedih. Membayangkan bagaimana nasib generasi penerus bangsa ini jika sampai tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Bagi warga negara yang berada dalam tingkatan ekonomi menengah ke atas mngkin akan banyak yang mengabaikan masalah yang satu ini. Sebab anak-anak dari keluarga yang berada dalah kehidupan yang cukup dan kaya bisa saja menikmati sekolah-sekolah swasta atau bahkan bersekolah yang berstandart nasional, yang memiliki kuwalitas hampir sama dengan sekolah-sekolah yang ada di Eropa dan Singapura. Namun bagaimana dengan anak-anak yang berasal dari warga miskin?
Tentu saja mereka tidak memiliki pilihan lain kecuali harus mematahkan cita-cita mereka karena tangan-tangan biadab yang merampas hak mereka. Jika ada di antara mereka yang bisa meneruskan pendidikannya, maka tidak jarang mereka harus berjalan dan menempuh jarak berkilo-kilo meter untuk menuju ke sekolahnya yang kadang-kadang bangunannya sudah tua dan atapnya banyak yang bocoh. Belum lagi jika ada guru-guru yang tidak datang mengajar karena harus mencari pendapatan dengan mencari pekerjaan sambilan. Parahnya lagi, jika sampai soal dan lembar ujian mereka tidak terkirim karena tersangkut dengan prosedur armada yang akal-akalan atau karena adanya petugas dari dinas pendidikan yang tidak berkopetensi.
Itulah keadaan dunia pendidikan kita yang semakin menantang. Sangat disayangkan memang, ketika generasi muda diharapkan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa maju ternyata harus berhadapan dengan masalah pendidikan yang terkadang bisa merenggut semua harapan dan cita-citanya. Namun, tentu saja yang namanya harapan itu masih tetap ada. Pada saat pemerintah belum secara optimal atau justru telah gagal menjalankan tugas-tugas yang sebenarnya menjadi amanahnya, maka sebagai rakyat kita harus bisa menerima keadaan dan menanggung semua beban yang ditimbulkan karenanya.
Sudah dimaklumi bahwa sebenarnya bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar karena semangat kerjasama dan kegotong-royongannya. Belakangan ini, kit patut besyukur karena telah banyak masyarakat melalui inisiatif mereka masing-masing saling berlomba-lomba untuk melatih dan menyiapkan sejumlah pengajar muda yang seyogianya bisa dikirim ke daerah-daerah terpencil untuk mengajar anak-anak yang belum tersentuh dunia pendidikan. Selain itu, ada juga orang-orang yang memiliki dana lebih tergerak hatinya untuk mendirikan sekolah-sekolah dengan kurikulum alternatif yang sangat jauh berbesa dengan kurikulum baku dari pemerintah. Hal itu mamang sengaja mereka buat agar lebih memudahkan seorang murid dengan alam sekitarnya.jadilah sekolah alam berdiri di hampir seluruh pelosok negeri ini.
Seiring dengan maraknya perkembangan sekolah alam ini, rupanya hal ini bak gayung bersambut karena banyak di antara tokoh-tokoh kenamaan yang memberikan dukungan dan beranggapan bahwa kurikulum yang diberikan oleh pemerintah sama sekali kurang memberikan porsi yang cukup untuk sains dan matematika. Dengan alasan itulah mereka kemudian saling bahu-membahu mendirikan sekolah-sekolah alam yang bisa digunakan untuk menyiapkan dan melatih calon ilmuwan-ilmuwan yang handal di negeri ini.
Ada juga sebagian masyarakat lainnya yang kemudian menggagas untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak yang kurang beruntung agar tetap bisa mendapatkan pendidikan dengan cara memanfaatkan internet dan media sosial. Pada awal tahun 2013 ini, sudah di dirikan beberapa situs-situs di internet yang menampung keluhan-keluhan terkait dengan gedung sekolah mana saja yang mebutuhkan perbaikan. Ada juga situs yang didirikan khusus untuk menampung lap[oran-laporan masyarakat terkait dengan sekolah-sekolah mana saja yang melakukan penyelewengan dana dan anggaran pendidikannya. Bahkan mereka yang sudah melek Teknologi Informasi berusaha keras untuk memanfaatkan berbagai jejaring sosial semacam Facebook dan Twitter untuk memobilisasi para sukarelawan guna membuka kelas dan sekolah diberbagai daerah, dan lain sebagainya. Jadi, seperti inilah keadaan pendidikan indonesia yang ternyata semakin menantang.
من المقطوع: http://edukasi.kompasiana.com
Shared:
Comment