Eforia Pemilihan Presiden (Bagian 7) Habis: Kembali ke UUD 45

Author : Aries Musnandar | Friday, August 29, 2014 12:48 WIB

Sub judul tulisan ini mungkin agak nyeleneh dan mengagetkan bagi sementara orang terutama mereka yang bereforia menikmati sistem demokrasi sekarang ini. Apa maksudnya kembali ke UUD 45 dan kenapa mesti demikian? UUD 45 yang dimaksudkan disini adalah UUD 45 sebelum diamandemen pada masa awal reformasi. Ide ini kembali UUD 45 itu muncul setelah mencermati realita demokrasi di Indonesia pasca lengsernya Soeharto dari singgasana kursi Presiden. Gelombang massa yang menjatuhkan rezim orde baru menuntut adanya  reformasi di berbagai bidang itu akhirnya berujung pada perubahan fondasi sistem demokrasi di negeri ini yang cenderung mengikuti demkorasi Barat yang liberal. Sebagai mantan aktivis mahasiswa di masa orde baru yang ketika itu sedikit banyak turut serta berjuang menentang cara pemerintah menjalankan kekuasaan yang  menyelisihi prinsip UUD 45 dan Pancasila saya beranggapan bahwa sistem pemilihan Presiden di era reformasi sama sekali belum sesuai harapan para pendiri Republik ini.

Sila keempat dari Pancasila dengan amat tegas dan jelas mengarahkan kita untuk  menjalankan azas-azas musyawarah dalam keterwakilan  aspirasi segenap komponen bangsa. Oleh karena itu kita ketahui dalam sejarah Indonesia tidak pernah di masa orde lama dan orde baru Presiden dipilih langsung oleh seluruh rakyat. Sistem pemilihan langsung ini tidak berasal dari budaya kita, ia lebih berasal dari sistem demokrasi Barat liberal yang mempunyai prinsip suara rakyat suara Tuhan. "One man one vote" artinya setiap orang apapun status sosial dan kualitas personalnya sama-sama memiliki satu suara. Di negera Barat yang mayoritas penduduknya relatif mengenyam pendidikan cukup baik "one man one vote" secara socio-politics tidak banyak masalah karena standar moralitas dan etika terukur dengan ketat. Oleh karena itu dalam konteks Indonesia yang masih menghadapi tantangan besar bisa dipaham jikalau para pejuang, tokoh bangsa, pendiri Republik ini kerap mengingatkan agart kita jangan meniru budaya dan kebudayaan yang bukan berasal dari bumi nusantara. Kerapkali mereka begitu percaya diri dengan kekayaan yang dimiliki bangsa ini dan berupaya menjalan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai UUD 45 dan Pancasila yang sudah melalui pergulatan pemikiran mendalam manakala Negara ini akhirnya membutuhkan payung kebernegaraan.

Dengan demikian sebenarnya pemilihan Presiden melalui sidang MPR  yang terdiri dari wakil rakyat terpilih dan perwakilan golongan merupakan bentuk pengejawatahan sila keempat Pancasila tersebut diatas. Namun mesti diakui bahwa dalam pelaksanaannya terdapat sejumlah penyimpangan dimana ratusan wakil rakyat itu mudah diintervensi untuk mengikuti kemauan sang penguasa, sehingga pada masa orde baru kelanggengan kekuasaan ditangan satu orang saja selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Inilah sebenarnya inti persoalan di masa orde baru yang mesti dibenahi tetapi tanpa harus merubah total sistem pemilihan Presiden sebagaimana yang sekarang berlaku. Pemilihan wakil rakyat kerap tidak berlangsung jurdil dan luber (jujur adil dan langsung bersih) karena tekanan-tekanan elite tertentu yang mempertahankan status quo agar dapat terus berkuasa.  

Sayangnya di masa reformasi sistem pemilihan Presiden terlanjur diubah total sehingga apsek-aspek budaya yang menyertainya pun menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Perilaku masyarakat berubah mengikuti budaya baru dalam sistem demokrasi ala liberal ini. Alhasil, lambat laun dan pasti kepribadian bangsa bergeser dari nilai-nilai ketimuran yang kita banggakan kearah cara pandang (paradigma) kehidupan masyarakat lain.

Dalam konteks perubahan sistem demokrasi pemilihan Presiden ini ibaratnya membunuh tikus di ladang sawah dengan membakar ladangnya sekaligus lumbung padinya. Akhirnya, kita terpaksa menata ulang sistem dari nol lagi karena cara-cara yang kita lakukan bukanlah diwariskan oleh budaya nenek moyang yang memiliki kearfian cukup tinggi. Seharusnya menurut saya kita tidak perlu mengganti total cara-cara pemilihan Presiden dengan merubah sistemnya tetapi ynag mesti kita lakukan adalah dengan menutup celah dan peluang kecurangan yang rentan terjadi. Sehingga pemilihan Presiden tetap dapat dilakukan dengan memerhatikan azas-azas permusyawaratan dan perwakilan sebagaimana tercantum dalam sila keempat Pancasila dan dikuatkan konsitusi Negara UUD 45 yang dibuat para pendahulu kita.


<span style="\\\\\\\\"font-size:" 12pt;="" font-family:="" \\\\\\\\'times="" new="" roman\\\\\\\\',\\\\\\\\'serif\\\\\\\\'\\\\\\\\"="">Mereka yang memerdekakan negeri ini menitipkan warisan berharga tersebut kepada kita dalam berbangsa dan bernegara agar terus dijaga dan dipelihara. Inilah sesungguhnya bentuk syukur kita yang telah diberikan Allah dengan nikmat Nya melalui keberhasilan para pejuang kemerdekaan dalam menegakkan dasar dan landasan Negara. Jadi, terkait pemilihan Presiden di negeri ini mari kita kembali ke UUD 45 RI.  Wallahu a’lam.<br> <br> Sumber: http://old.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=4848:eforia-pemilihan-presiden-bagian-7-habis-kembali-ke-uud-45&catid=35:artikel&Itemid=210</span></p> <p></p>

Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: