(mengkaji-cermati persoalan ekonomi umat)
Data statistik menunjukkan jumlah unit usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) mendekati 99,98 % terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia. Menurut Syarif Hasan, Menteri Koperasi dan UKM seperti dilansir sebuah media massa, bila dua tahun lalu jumlah UMKM berkisar 52,8 juta unit usaha, maka pada 2011 sudah bertambah menjadi 55,2 juta unit.
Setiap UMKM rata-rata menyerap 3-5 tenaga kerja. Maka dengan adanya penambahan sekitar 3 juta unit UKM maka tenaga kerja yang terserap bertambah 15 juta orang. Pengangguran diharapkan menurun dari 6,8% menjadi 5 % dengan pertumbuhan UKM tersebut (Aries Musnandar 2012). Pekerjaan rumah pemerintah ini masih mungkin diselesaikan apabila kita kembali (reorientasi) pada kekuatan komparatif yang dimiliki yakni disektor pertanian dan kelautan. Sebagai negara agraris dan maritim serta negara kepulauan tentu karakter kehidupan ekonomi bangsa Indonesia sangat khas yang beda dari negara-negara lain apalagi negara-negara Barat. Oleh karea itu dalam membangun kekuatan ekonomi semestinya kita bersandar pada keunggulan-keunggulan komparatif yang dimiliki seraya meningkat keunggulan kompetitif.
Jika kita mencermati bunyi pasal 33 UUD 45 terkait tentang arah ekonomi bangsa ini tampak jelas esensi dasar dan landasannya sejalan dengan prinsip-prinsip Islam dalam mengarahkan kegiatan ekonomi umat dan ini menurut saya adalah ekonomi Islam. Oleh karena itu mungkin bisa dikatakan bahwa secara substansial pasal 33 UUD 45 merupakan sistem ekonomi Indonesia yang merujuk ajaran Islam dan telah memenuhi unsur ekonomi syariah. Kata-kata "bumi, air, kekayaan alam (yang diberikan Allah) yang terkandung didalamnya dikuasai sepenuhnya oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat" secara konsep memiliki nilai Islami.
Namun sayang dalam implementasi kita menyaksikan sendiri sumberdaya alam yang demikian besarnya itu setelah merdeka puluhan tahun masih belum juga berhasil mengangkat kesejahteraan rakyat banyak. Tentu ada sesuatu yang keliru dalam menajalankan roda perekonomian bangsa. Keinginan untuk cepat-cepat kaya oleh penyelenggara ini dikompromikan dengan sistem ekonomi liberal yang sudah barang tentu beda landasan filsafat dan pandangan hidupnya, sehingga hal itu tidak membuat negara cepat bangkit dari keterpurukan melainkan malah bak masuk perangkap lingkaran setan yang sulit lepas dari jeratan skenario globalisasi ekonomi.