Kaitan Korupsi dan Sistem Multi Partai

Author : Mike Reyssent | Tuesday, September 23, 2014 10:10 WIB

Korupsi yang melanda bangsa ini, tampak sudah berada pada titik yang sangat memprihatinkan. Banyak kalangan dan pejabat yang terlibat dalam kasus korupsi ini. Dari mulai pejabat kelas teri,  sampai pada tingkat Ketua Umum Parpol dan juga pejabat setingkat menteri. Dengan hasil korupsi yang bisa dianggap”ala kadarnya” sampai dengan yang kelihatan gila gilaan.

Perangkat hukum yang ada sekarang ini, sepertinya tidak lagi membuat efek jera dan jerih (kuatir) bagi calon koruptor. Mereka malah seperti mengadakan perlombaan, untuk mendapatkan rekor terbaru dalam hasil korupsi, sehingga ketika melihat angkanya membuat kita takjub dan melongo seperti kambing ompong.

Ketika koruptor ditangkap, mereka akan saling menyalahkan, dan selalu saja merasa tidak bersalah. Itu adalah sebuah cara mengelak, yang sudah biasa terlihat di media dan sudah basi banget. Para koruptor dan keluarganya sekalipun, sudah tidak ada rasa malu lagi.

Malah, mereka bisa dengan santai dan seenaknya mengatakan itu adalah suatu musibah. Atau, sudah menjadi pemandangan yang biasa terlihat di tipi, ketika koruptor tampil  cengar cengir, sambil melambai lambaikan tangannya ke arah kamera. Belum lagi, pernyataan pernyataan aneh dari para rekan sejawatnya yang mengatakan akan mendukung tersangka koruptor ini.

Karena memang ada aturan dari parpol, yang akan memberikan bantuan hukum, jika seorang kadernya terlibat sebuah kasus apapun, maka ketika sang kader partai tersebut terlibat kasus korupsi, parpol tetap akan memberikan bantuan hukum.

Ini yang perlu diperhatikan dan aturan itu perlu untuk diperbaiki. Karena,  walaupun hanya bantuan hukum, setidaknya hal itu bisa dilihat sebagai, parpol itu mendukung kadernya untuk korupsi!!!

Parah khan tuh? Apa karena asas praduga tidak bersalah??? Hmmm…itu mah, alasan yang udah basi tau…..

Kita tidak lagi bisa mengandalkan DPR, sang pembuat Undang Undang, untuk membuat Undang Undang yang memperberat hukuman terhadap pelaku korupsi, karena mereka sendiri kuatir, dan tidak mau, hukumannya nanti akan bisa menimpa dirinya sendiri, khan???

*****

Tentu sudah bukan hal yang aneh lagi, ketika melihat berita, seorang calon anggota DPR ataupun calon gubernur, walikota, bupati dan segala macam jabatan lainnya, mengeluarkan uang yang sangat banyak untuk bisa mendapatkan jabatan tersebut kan?

Untuk mendapatkan sebuah jabatan, seorang calon pejabat, dengan sangat bangganya ngoceh di tipi tipi, sudah mengeluarkan dana yang sangat besar.

Koq mau maunya ya, ngeluarin duit gitu banyak, padahal kalau dihitung dengan gajinya pasti akan rugi kan? Mereka selalu ngeles, itu adalah bentuk pengabdian untuk rakyat. Tapi, kalau kita liat cara kampanyenya yang gila gilaan kaya gitu, misalkan nyebar duit kesana kemari (politik uang), belum lagi fitnah sana sini, jadi bisa kelihatan, bahwa mereka itu bukan mau mengabdi, tapi ada sesuatu yang akan mereka incar nantinya, kalau sudah dapat jabatan itu!!! Apalagi yang diincar kalau bukan Korupsi!!!

Karena beralasan, banyaknya para pejabat yang terlibat korupsi, maka akan diusunglah RUU tentang Pilkada. Alasan yang diusung oleh kubu Prabowo itu, tidak sepenuhnya salah, karena memang benar, sangat banyak pejabat kita yang terlibat kasus korupsi.

Tapi, untuk mengurangi korupsi pejabat, dengan mengusung RUU Pilkada secara tidak langsung itu yang kurang tepat. Karena, akar dari masalah korupsi bukan berasal dari situ.

Akar dari korupsi pejabat, menurut saya berasal dari sistem multi partai!!!

Sistem multi partai inilah, yang menjadi biang kerok, dan akar dari semua kasus korupsi di republik ini. Calon pejabat akan mengeluarkan dana yang begitu besar dari kantong pribadinya untuk mendapatkan suatu jabatan. Karena persaingan yang begitu berat, mereka mengeluarkan dana kampanye yang gila gilaan, dengan cara apapun. Usai pemilihanpun, masih akan terjadi praktek jual beli suara antar caleg untuk memenuhi jumlah suara minimum.

Dengan jumlah partai yang begitu banyak, ketika ada pemilihan kepala daerah,  untuk memenangkan calonnya, partai pengusung akan berkoalisi dengan partai lainnya, disitulah terjadi deal deal politik ala dagang sapi, disitulah terjadi tawar menawar harga sapi, dan hal itu yang akan menyuburkan praktek korupsi nantinya.

Karena kepala daerah yang terpilih, akan terlilit “hutang budi” yang harus dibayar berikut bunga berbunga, dengan pemberian jatah proyek entah berantah.

Jadi sistem multi partai inilah yang mesti diperbaiki.

Apa sih keuntungan dari sistem multi partai ini? Ga ada sama sekali tuh…kecuali alasan demokrasi yang sekedar akal akalan doang, yang ada kita jadi makin ribet liat logo logo partai waktu kampanye.

Coba aja bikin survey, dengan pertanyaan yang gampang banget, sebutkan logo parpol yang sekarang berikut singkatan dari parpol yang sekarang?

Surveynya ke mahasiswa dan PNS aja deh, ga usah ke emak emak ibu rumah tangga. Hebat, kalau saja ada 50% yang hapal (Saya yang biasa nulis politik aja, sampe sekarang masih ga tau logo PAN itu apaan, kalau dibilang matahari, tapi kenapa warnanya putih, terus logo Nasdem yang aneh gitu, apalagi PKS yang logonya kaya clurit gitu, Wakakakaka….).

Apalagi, kalau surveynya ditanya tentang, no urut parpol waktu kampanye kemarin, terus ditanyain visi misi parpol, terus lagi ideologi parpol, belum lagi kalau disuruh sebutin caleg dari parpol. Pasti 10000000% jawabnya ga tau semua… Hahahaha….Bener, ga tau kan????

Ga usah mahasiswa, PNS ataupun emak emak, kita buat surveynya ke orang yang paling tahu, yaitu wartawan aja deh. Karena wartawan itu kan, yang sering nulis berita, jadi seharusnya tau dong kalau ditanyai seperti itu….Hayooo bisa ga tuh…??? Awas jangan nyontek ya….

****

Dengan sistem Presidenthial Threshold yang kita anut sekarang ini, seorang calon presiden harus didukung oleh 20% kursi di DPR atau 25% perolehan suara sah nasional pada pileg. Agaknya sistem multi partai ini sudah semestinya diperbaiki.

Karena dengan tetap menggunakan sistem Presidential Threshold yang sekarang, tapi kita juga tetap memakai sistem multi partai  (parpol yang sekarang udah ada 14, kalau ga dibatesin, nanti bisa jadi sejuta partai lho…Qiqiqiqiq….), adalah suatu hal yang sangat aneh. Karena walau bagaimanapun juga, partai ini akan tetap berkoalisi jika ingin mengajukan seorang calon presiden kan?

Dalam kampanye pilpres 2014 lalu, yang menjadi kampanye pilpres paling panas di era demokrasi bangsa ini, dua kubu yang bersaing (PDIP dan Gerindra), sudah begitu banyak mengeluarkan pernyataan yang saling menyakiti lawan politiknya. Aroma dendam kesumat, antara kubu pendukung Jokowi (PDIP), dan kubu pendukung Prabowo (Gerindra), tampaknya akan berlangsung cukup lama, dan masih susah untuk diprediksi kapan kedua kubu akan berbaikan kembali.

Dengan terbelahnya posisi partai menjadi 3 buah kubu, seperti sekarang ini, sebenarnya bisa diambil hikmah dan kebaikannya. Jadi, bisa dimulai dengan membuat Undang Undang yang akan merevisi sistem multi partai.

Untuk ke depannya, buat saja 3 atau 4 parpol (saya bukan ingin kembali ke orba ya…), supaya masyarakat jadi lebih mudah mengingat track record dari parpol tersebut. Bergabung atau melebur saja, kubu yang sekarang ini menjadi satu partai. Dengan jumlah parpol yang hanya sedikit (3 atau 4 parpol saja), tidak akan terjadi lagi koalisi, karena dari koalisi inilah, yang menyebabkan adanya praktek tawar menawar kursi menteri dan bagi bagi kekuasaan nantinya.

Untuk ideologi, visi misi dan tetek bengek lainnya, mulai disamakan saja sejak sekarang , mumpung masih dalam suasana hangat masih sama visi misinya. Tidak perlu ditunda sampai ketemu kampanye lagi. Sekarang  masing masing parpol, tinggal membahas tentang persamaan ideologinya, pembagian kursi menteri nantinya, serta segala macam yang berkaitan tentang pembagian kekuasaan nantinya. Lalu, beberkan semuanya, supaya rakyat bisa melihat dengan jelas, tentang  ideologi partai dan segalanya.

Jadi, dengan memperbaiki, atau membatasi jumlah parpol yang ada sekarang ini, pada masa kampanye nanti, tidak lagi sibuk tawar menawar sapi, dan setelah pilpres tidak akan ada lagi ribut, tentang bagi bagi kursi menteri, tidak akan ada lagi partai yang yang terlilit “hutang budi” sehingga semuanya bisa lebih tenang, dan bisa mengurangi praktek korupsi!!!

Jangan lagi, karena alasan persamaan ideologi, persamaan visi misi, atau segala macam alasan yang dibuat buat lainnya, setelah pileg, partai partai itu lalu melakukan koalisi, karena hal itu hanya sebuah kebohongan belaka!!!

 

*****Catatan : Jika kita mengetahui akar masalahnya, maka akan lebih mudah membuat sistem yang baik untuk memperkecil kemungkinan, menuntup semua celah yang ada dan bisa dengan mudah mengawasi, supaya pejabat tidak bisa berbuat curang…..Tapi….dengan menggunakan sistem apapun, korupsi tetap akan bisa dilakukan karena semuanya tergantung dari mental pejabat itu sendiri….

 

 

Salam Damai…

من المقطوع: http://politik.kompasiana.com
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: