Ada adagium yang menyebutkan bahwa bangsa yang maju adalah bangsa yang menjadikan pendidikan (pengembangan SDM) sebagai prioritas utama pembangunannya. Jadi bangsa maju adalah bangsa yang juga maju pendidikannya. Banyak negara telah membuktikan hal itu, sebut saja misalnya Jepang yang bangkit kembali setelah terpuruk dalam kecamuk perang dunia di awal abad 20 melalui restorasi atau perubahan drastis sistem dan fokus perhatian mereka terhadap pendidikan. Mereka giat, bersemangat dan amat gencar menimba bahkan “mencuri” ilmu dari Barat sebagaimana Barat juga “merampas” ilmu dari dunia Islam pada masa kejayaannya dahulu kala. Jepang lantas menterjemahkan berbagai literatur penting dan sejumlah buku referensi keilmuan yang umumnya berbahasa Inggris itu kedalam bahasa Jepang. Ilmu yang diambil dan dikembangkan imuwan Jepang itu lantas menyebar merata untuk diserap dan didalami oleh rakyat Jepang yang bersekolah, sehingga pendidikan Jepang mampu melahirkan insan akademik cemerlang dan melahirkan ilmuwan kelas dunia. Pada gilirannya rakyat Jepang “melek” iptek dan mampu bersaing dengan Barat dalam hal sains dan teknologi.
Contoh lain yang dekat dengan Negara kita adalah Malaysia. Pada era Soeharto usai konflik konfrontasi antara pemerintah Indonesia dan Kerajaan Malaysia sejumlah guru dan dosen Indonesia dalam jumlah yang cukup besar dikirim untuk membantu Malaysia meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan di negeri jiran tersebut. Malaysia menaruh perhatian besar pada pengembangan SDM (sumber daya insan) dengan menyediakan anggaran yang luar biasa banyak sehingga dalam kurun waktu beberapa dekade saja Malaysia mampu membuat pembangunan yang lebih baik dan termasuk salah satu negara di ASEAN yang pembangunan ekonominya cukup tinggi. Dari 2 contoh negara diatas mungkin sudah cukup untuk mengatakan bahwa kemajuan pendidikan dapat mengantarkan bangsa itu makmur dan sejahtera secara materi. Dengan demikian maka kemajuan dibidang pendidikan di dalam satu komunitas memungkinkan anggota komunitas merasakan kesejahteraan dan kemakmuran hidup di dunia ini.
Mungkin karena memahami pentingnya pendidikan para penyelenggara negeri ini (DPR dan Pemerintah) meloloskan anggaran APBN 20% untuk kepentingan pendidikan. Namun yang menjadi persoalan adalah dana pendidikan sebesar digunakan secara efektif atau tepat sasaran atau tidak. Ternyata biaya yang sebesar itu jika dicermati lebih banyak dipakai untuk hal-hal yang sifatnya operasional dan pembangunan fisik seperti dana BOS (bantuan operasional sekolah), kesejahteraan guru (gaji, insentif dll), renovasi dan pendirian gedung sekolah, pengadaan sarana prasarana. Sementara itu tidak tampak upaya pemerintah untuk menjadikan program pendidikan guru berkualitas terbaik diantara program-program pendidikan profesi yang ada di Indonesia. Padahal dalam sistem pendidikan yang membentuk karakter bangsa diperlukan pendidikan guru yang berkualitas sehingga diharpkan menghasilkan guru-guru yang cakap dalam mengembangkan potensi anak didik. Saya yakin Pemerintah menyadari akan pentingnya keberadaan guru dalam sistem pendidikan kita tetapi sayangnya dalam realitas dana 20% APBN amat kuranbg diperuntukkan bagi pengembangan kualitas program pendidikan yang sistemik dan sistematis.