Koalisi Tanpa Bagi-bagi Kursi, Masih Bertahankah?

Author : Arlinda Pratiwi | Monday, June 02, 2014 10:40 WIB

Pilpres 2014 ini, ada hal yang baru. Jokowi dengan tegas mengatakan tidak ada bagi-bagi kursi di pemerintahannya jika terpilih nanti. Bahkan kabarnya ada partai politik yang tadinya sudah merapat lalu berpindah ke lain hati karena pengajuan permintaan menteri tidak disetujui.


Namun akhir-akhir ini ada isu bahwa Jokowi mulai lunak dengan pernyataannya tersebut. Pasalnya ketika Muhaimin Iskandar yang menjanjikan kursi menteri agama berasal dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) jika Jokowi terpilih menjadi Presiden periode 2014-2019 mendatang. Padahal dengan tegas Jokowi menentang hal itu. Banyak kemungkinan mengapa Muhaimin Iskandar mengatakan hal demikian. Bisa saja Cak Imin mengatakan hal demikian sebagai bentuk kepercayaan diri. Mengingat dari partai berbasis Islam hanya PKB yang mendukung Jokowi-JK.
Jika memang para kader PKB dan Nahdatul Ulama memenuhi persyaratan dan kriteria menjadi menteri agama atau menteri yang lain, pastinya kader tersebut yang akan diberikan mandat untuk menduduki jabatan menteri tersebut. Jika sudah demikian, apa hal ini juga di sebut transaksional?


Sebaiknya penentuan menteri-menteri itu sebaiknya dilakukan secara terbuka dan dilakukan dengan seleksi-seleksi tertentu. Hingga masyarakat benar-benar tahu jika memang penentuan itu secara fair bukan transaksional. Dan orang-orang yang menempati kursi menteri itu juga benar-benar memenuhi kualifikasi dan terpilih dari yang terbaik.


Selain itu Jokowi juga tegas dalam mengambil keputusan. Tegas disini bukan berarti keras yang harus selalu memajukan fisik dan suara lantang. Tetapi kecepatan dan ketepatan dalam mengambil keputusan. Salah satunya ketika memutuskan untuk mengambil beras dari Makassar untuk Jakarta. Beliau membuat keputusan sampai penandatanganan MoU hanya memakan waktu beberapa hari saja. Ini membuktikan bahwa Jokowi mempunyai cara berpikir yang cepat, tepat dan logis.


Di Jakarta juga tidak ada istilah kompromi. Penutupan Klub Stadium yang memang terbukti meresahkan masyarakat. Pemimpin sebelumnya tidak ada yang bernai menyentuh Jakarta bagian dunia hitam-nya. Namum pemerintahan Jokowi dengan tegas melakukannya. Sama halnya dengan penanganan waduk di Jakarta yang diubah menjadi taman, seperti di Waduk Pluit. Penduduk liar di wilayah itu pun digusur. Penggusuran tersebut bukan tanpa solusi, para warga dipindahkan ke rumah susun yang memang sudah disiapkan. Bahkan beberapa perabotan pokok sudah ada di masing-masing rumah tersebut. Tentu hal ini membuat warga senang dan menerimanya. Dulu waduk Pluit yang kumuh dan sering banjir, kini terlihat rapih dan menjadi taman yang biasa dijadikan tujuan bermain anak-anak dan keluarga.
Di bidang pendidikan dan kesehatan pun Jokowi prioritaskan pertama di Jakarta. Di awal kepemimpinanya Jokowi sudah membagikan KJP (Kartu Jakarta Pintar) dan KJS (Kartu Jakarta Sehat). KJP tentu saja diberikan kepada siswa-siswa di Jakarta. Dimana KJP ini adalah sebuah kartu ATM bekerja sama dengan Bank DKI. Setiap bulannya siswa mendapatkan bantuan dana pendidikan yang bisa diambil dengan KJP tersebut. KJS pun dibagikan hampir bersamaan dengan KJP, diharapkan kartu ini bisa membantu masyarakat miskin tetap bisa mendapatkan pelayanan kesehatan meskipun tidak memiliki uang. Sebagian warga Jakarta tentu sudah merasakan kedua karti tersebut.
9 April akan menentukan kehidupan bangsa ini 5 tahun kedepan. Mari menjadi pemilih yang cerdas.

من المقطوع: http://sosok.kompasiana.com
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: