KPK DALAM CENGKARAMAN POLITIK

Author : Abdul Karim Rahanar | Monday, March 21, 2016 06:56 WIB

Hukum adalah undang-undang. Sebuah pertanyaan yang klasik, konvesional dan primif. Defenisi tentang hukum yang sudah ketinggalan zaman. Hukum kini telah banyak terintroduksi gaya baru. Hukum bukan hanya sebagai sarana penindasan masyarakat borjuis terhadap kaum proletariat sebagaimana dinyatakan kaum neo-marxiam. Tetapi hukum dijadikan sebagai alat untuk membunuh lawan dengan jalan keadilan.

Marc Ancel pernah menyatakan, Bahwa, Modern criminal science” terdiri dari tiga komponen” criminalogi”, criminal law” dan penal policy” dikemukan olehnya bahwa Penal Policy adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberikan pedoman tidak hanya pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undanhg-undang dan juga kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan.

Mukadimah diatas menunjukan bawah hukum harus digunakan sebagai intrumen untuk melindungi rakyat dari cengkraman penguasa yang sejak zaman orde baru mengunakan hukum untuk menghabisi lawan politiknya. Bangsa Indonesia sejak reformasi tahun 1999 semua sistem dirubah dan penambahan lembaga-lembaga negara dan lembaga ad hoc khususnya masalah HAM dan Tindak Pidana Korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi sejak dirikan pada tahun 2002 sampai hari ini mengalami banyak goncangan baik diinternal maupun insternal.

Kita ketahui bersama bawah komisi Pemberantasan korupsi merupakan salah satu lembaga yang kerjanya lebih nyata dalam pemberantasan korupsi, karena lembaga ad hoc ini merupakan lembaga yang diberi wewenang khusus untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Sudah banyak pejabat dan elite politik yang dicebloskan kedalam penjara oleh lembaga antisuah tersebut.  Berbicara pengenai penegakan hukum dan pemberantasan korupsi bukannya Komisi Pemberantasan Korupsi yang diberi wewenang, tetapi sudah ada sejak bangsa ini ada lembaga penegakan hukum yang mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan dan tindakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi, jadi sebelum ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ada Kejaksaan, dan Kepolisian yang diberikan wewenang untuk menengani masalah tindak pidana.

Tetapi seperti yang kita ketahui bersama bawah Kejaksaan dan Kepolisian bukanya bergerakan untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi saja, tetapi tindak pidana yang lain juga harus dilakukan pencegahan sehingga tidak fokus dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Pemberantasan Korupsi Merupakan Penegakan Hukum Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. ini berarti bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan dan atau apa yang boleh dilakukan serta yang dilarang. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja orang yang nyata-nyata berbuat melawan hukum,melainkan perbuatan hukum yang mungkin akan terjadi, dan kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum. Sistem bekerjanya hukum yang demikian itu merupakan salah bentuk penegakan hukum.1 Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat yang memiliki dampak sosial negatif, terutama menyangkut masalah peningkatan tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Salah satu tindak pidana yang dapat dikatakan cukup fenomenal adalah masalah korupsi Dalam hukum pidana ada pidana umum dan ada pidana khusus.

Kalau pidana umum maka banyak hal yang harus ditangani hal ini yang membuat lembaga penegakan hukum seperti kejaksaan dan kepolisian tidak fokus untuk melakukan pengawasan terhadap pelaku tindak pidana khusus.  Maka itu dibentuk lembaga ad hoc secara khusus menengani dan melakukan pengawasan mengenai tindak pidana korupsi. Sehingga tidak efektif dalam control, tetapi sampai saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi belum bebasan dari ancaman politik karena banyak yang inginkan lembaga ad hoc seperti Komisi Pemberantasan Korupsi sudah tidak layak lagi diberikan wewenang lebih.

Proses pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi kian kencan setelah beberapa tahun terakhir banyak politikus yang terjerat kasus korupsi operasi tangkap tangan sedang melakukan transaksi. CENGKARAMAN POLITIK Beberapa bulan ini ramai di publik mengenai revisi undang-undang komisi pemberantasan korupsi hal ini sangat santer dibicarakan dikalangan praktisi, seperti yang lihat bawah dengan adanya revisi undang-undang komisi pemberantasan korupsi maka sudah pasti aka nada aturan-aturan yang di pangkas dan diganti dengan pasal-pasal yang meringkan bagi para koruptor. Hal ini yang membuat publik bertanya ada apa dengan pemerintah dan para anggota dewan yang ngotot untuk melakukan revisi undang-undang komisi pemberantasan korupsi.

Apakah komisi pemberantasan korupsi menjadi hambatan bagi para dewan dalam melakukan lobi-lobi proyek sehingga dengan merevisi undang-undang Komisi Pemberantasan korupsi memberikan jalan baru untuk para koruptor dengan cara baru. Dalam melakukan revisi undang-undang masalah tindak pidana seharusnya dewan berpikir karena sampai hari ini proses revisi kitab undang-undang hukum pidana dan Kitab Undang-undang Hukum acara Pidana belum clear, maka alangkah baiknya masalah revisi undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi dihentikan sambil menunggu rampungnya revisi undang-undang hukum pidana dan kitab undang-undang hukum acara pidana. Karena kitab undang-undang hukum pidana dan kitab undang-undang hukum acara pidana clear baru dilakukan revisi undang-undang Komisi Pemberantasan korupsi.

Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi mau dipangkas dimana kewenangan untuk melakukan penyedapan mau ditiadakan kalaupun ada harus melalui ijin oleh ketua pengadilan dan Komisi Pemberantasan Korupsi diberikan wewenang untuk bisa mengeluarkan Surat Perintah Pemberhentian Penyelidikan (SP3) hal ini sangat dikwatirkan karena akan menimbulkan stigma buruk bagi lembaga antisuah dalam melakukan pemberantasan tindak pidana dimana para koruptor dengan muda bisa melakukan penyuapan untuk dikeluarkan SP3 Seperti dilembaga penegakan hukum lainnya. Komisi Pemberantasan Korupsi harus tetap ada dan sebelum saatnya melakukan revisi undang-undang KPK karena sampai hari ini masih tetap konsisten dalam melakukan pemberantasan dan pencegahan terhadap tindak pidana korupsi.

Para politikus seharusnya berbicara mengenai aspirasi rakyat bukan berbicara mengenai kepentingan pribadi dan kepentingan partai, karena bisa dilihat bawah selama ini anggota Dewan Perwakilan rakyat lebih banyak berbicara kepentingan partai, patut dicurigai bawah dengan adanya pengusulan revisi undang-undang komisi Pemberantasan Korupsi merupakan kepentingan partai dan Pemimpinan partai karena tidak bisa dipungkiri bawah banyak skandal korupsi yang menjerah para pimpinan partai sehingga dengan adanya usulan revisi undang-undang tindak pidana korupsi merupakan suatu scenario untuk pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi dan para koruptor dengan bebas berkeliaran. Tetapi publik tidak akan diam karena walaupun langit runtuh hukum harus ditegakan.

 

من المقطوع: http://www.kompasiana.com/
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: