(Entrepreneurship beda dengan Komersialisasi) Entrepreneurial school/university atau pendidikan berwawasan entrepreneurship kerapkali menjadi moto dan perhatian dunia pendidikan. Namun kenyataan menunjukkan bahwa lingkungan kampus dan sekolah belum sepenuhnya sadar secara faktual akan pentingnya membentuk jiwa kewirausahaan. Sebagian mereka bahkan tampak kurang mengerti akan arti penting latihan-latihan wirausaha (simulasi bisnis) yang dilakukan siswa atau mahasiswa. Birokrasi kampus tidak selalu kondusif bagi mahasiswa dalam mengaktualisasi dan mengekspresikan jiwa dan semangat bisnisnya. Padahal, untuk menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan dan membentuk karakter cakap secara entrepeneurial itu membutuhkan medium pembelajaran seperti melalui kegiatan simulasi bisnis yang dilakukan secara kelompok diluar atau pun di lingkungan kampus.
Paradigma entrepreneurship (kewirausahaan) berbeda dengan komersialisasi. Jika karakter kewirausahaan menanamsuburkan pola-pola pikir kreatif, menciptakan produk/gagasan dan menjadikannya memiliki nilai tambah ekonomis, maka komersialisasi merupakan kegiatan “menghalalkan segala cara” melanggar rambu etika dengan memanfaatkan wewenang dan peluang yang dimiliki. Contoh dari komersialisasi di dunia pendidikan misalnya menjadikan obyek terdidik (siswa/mahasiswa) sebagai sumber penghasilan dengan memperoleh pemasukan dari biaya buku, biaya gedung, SPP yang mahal dan lain-lain. Komersialisasi seperti ini yang harus dikikis habis dan dienyahkan sejauh-jauhnya dari mentalitas penyelenggara pendidikan. Saatnya segenap civitas akademika memiliki karakter kewirausahaan (entrepreneurial characters). Dalam konteks ini sejatinya pihak jajaran pimpinan Universitas perlu memahami akan arti pentingnya latihan simulasi bisnis yang berlangsung selama perkuliahaan kewirausahaan sebagai bagian dari cara membentuk jiwa kewirausahaan mahasiswa..
Melalui pendidikan kewirausahaan yang terarah dan sistemik dengan komitmen sepenuh hati dari segenap civitas akademika di perguruan tinggi diharapkan nantinya lulusan S1 mampu menciptakan lapangan kerja bagi para pencari kerja atau minimal bagi dirinya sendiri (self employed). Dengan demikian mereka menjadi insan-insan akademik yang mandiri dan mampu mensejahterakan dirinya dan orang lain. Mereka percaya diri untuk menumbuhkembangkan usahanya dan tidak berorientasi menjadi pegawai yang selama ini merupakan fenomena umum terjadi pada diri sebagian besar lulusan perguruan tinggi. Peluang untuk membuka lapangan kerja masih terbuka lebar bagi para mahasiswa yang mempunyai minat dan jiwa entrepreneurship tinggi. Dukungan segenap civitas akademika diperlukan agar menjadikan mahasiswa siap berwirausaha.
Dikalangan perguruan tinggi dewasa ini tersedia alokasi anggaran melalui program kewirausahaan mahasiswa (PKM). Berbagai kegiatan yang mendorong terjadinya kreativitas mahasiswa di bidang kewirausahaan perlu selalu digalakkan. Mengundang dunia usaha dan industri menjalin kerjasama dengan universitas dalam pengembangan jasa atau produk-produk yang diciptkaan mahasiswa merupakan sesuatu yang niscaya. .Kemudian, kerjasama antara pemerintah dan universitas atas bisnis yang dirintis mahasiswa perlu pula diwujudnyatakan – sebagaimana bantuan modal UMKM melalui program KUR (Kredit Usaha Rakyat). Pendampingan/mentoring atau asistensi bisnis serta berbagai bantuan teknis manajerial hingga pelibatan mahasiswa dalam jaringan bisnis/pemasaran yang tersedia (disediakan) data informasinya oleh Pemerintah – termasuk dalam hal ini perbankan, asosiasi bisnis seperti Kadin dan pihak terkait lainnya – sangatlah diperlukan untuk menunjang kerberhasilan usaha yang dirintis mahasiswa.