Pemilu Legislatif 2014 telah usai. Pemilu kali ini menyisakan sebuah kisah tersendiri bagi banyak pemilih khususnya di daerahku yang termasuk salah satu bagian dari Propinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Para pemilih di daerahku tak menemui kesulitan dalam memilih para Caleg baik untuk DPRD Kabupaten, DPRD Propinsi maupun DPR RI. Namun kesulitan yang dialami sebagian besar pemilih adalah dalam memilih Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Apa hal kesulitan itu ?
Sebagian besar para pemilih mengaku tak mengenal sosok atau figur Calon Anggota DPD, padahal pada kertas suara terdapat foto atau gambar si Calon.
Dalam memilih para Caleg untuk semua tingkatan legislatif, para pemilih tak menemui kesulitan meski di kertas suara cuma terdapat nama Caleg berikut logo Parpol-nya. Ini dikarenakan para Caleg memang sudah cukup dikenal secara nama, panggilan maupun julukan, meski terdapat para pemilih yang baru mengenal melalui berbagai alat peraga kampanye dan kampanye secara terbuka.
Tak bisa dipungkiri banyak dari para pemilih yang tidak mencoblos anggota DPD, membuka kertas suara, memandangi foto para Calon Anggota DPD, lalu melipatnya kembali untuk dimasukkan ke dalam kotak suara.
Namun terdapat pula diantara para pemilih yang memang mengenal sosok Calon Anggota DPD, terutama incumbent yang kembali mencalon. Namun menganggap para incumbent tersebut tak berbuat sesuatu yang berguna bagi warga daerah, mereka tak memilihnya. Dan disebabkan kekecewaan terhadap para Anggota DPD terdahulu, serta tak mengenal pula sosok Calon yang baru, mereka pun sama tak memilih Calon Anggota DPD. Kalaupun ada pemilih yang mencoblos Calon Anggota DPD yang tak dikenalnya seorang pun, lebih kepada tak ingin nembiarkan hak suaranya disalahgunakan oleh oknum yang curang, dan pilihannya dipastikan ngawur.
Kenapa banyak yang tak mencoblos Calon Anggota DPD ?
Jawaban kebanyakan dari para pemilih di daerahku adalah; suara mereka sudah diwakilkan ke Caleg dari Parpol, lebih percaya kepada legislator daripada Anggota DPD (Senator), sosok atau figur yang tidak familiar bagi warga di seluruh wilayah propinsi; figur cuma dikenal di lingkungan dan daerah asalnya saja. Disamping itu para Calon Senator itu hanya mengandalkan alat peraga kampanye yang disebar oleh para simpatisan dan pendukungnya tanpa inisiatif apalagi terjun langsung ke tengah warga dan bertatap muka kangsung dengan para pemilih.
Jika kondisi seperti ini yang menimpa para Calon Anggota DPD, perlu semacam revisi Undang Undang dimana para Calon Senator itu tak lagi dipilih langsung oleh warga, tapi ditunjuk saja oleh berbagai Organisasi Masyarakat yang independen berdasarkan masukan dari para tokoh di masyarakat.
Dan kepada para Anggota DPD, seyogiyanya hal ini jadi perhatian. Sebetulnya kiprah oara Anggota DPD ini sangat penting karena berasal dari non Parpol yang tentunya dapat berbuat lebih banyak terhadap warga daerah tanpa memandang golongan.