Polemik pemberhentian prabowo sebagai prajurit TNI (dulu ABRI) kian hari semakin memanas. Bermula dari debat capres-cawapres lalu, ketika JK mempertanyakan penyelesaian kasus HAM 1998, yang dijawab oleh Capres Prabowo Subianto dengan “Tanya Atasan Saya”, nampaknya terus mengelinding bak bola salju. Betapa tidak, sehari yang lalu (19/6) Jend (Purn) Wiranto angkat bicara perihal kasus tersebut. Wiranto yang pada saat Prabowo diberhentikan, menjabat sebagai Pangab. Wiranto membeberkan pemberhentian Prabowo Subianto dari kesatuannya dikarenakan tindakan Prabowo yang melakukan sejumlah pelanggaran yang berujung pada rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang beberapa hari yang lalu sempat bocor ke publik.
Dalam konferensi pers pada Rabu Kamis (19/6) kemarin Wiranto menegaskan dirinya tak mau terjebak pada istilah Prabowo diberhentikan atau dipecat. Namun Wiranto menegaskan bahwa Prabowo diberhentikan karena terbukti dalam kasus penculikan. Maka tatkala Pak Letjen Prabowo, sebagai Panglima Kostrad, nyata-nyata oleh DKP telah dibuktikan beliau terbukti dalam kasus penculikan, maka diberhentikan sesuai norma yang berlaku," papar Wiranto, Kemarin (Detik.com).
Sehari setelah konferensi pers wiranto kubu prabowo hari ini pun tidak sepertinya tidak tinggal diam. Mereka mengadakan konferensi pers untuk menjawab ihwal pemberhentian prabowo. Dalam konferensi pers tersebut tim pemenangan prabowo menunjukkan keppres yang menyebutkan bahwa prabowo diberhentikan dengan hormat.
Polemik pemberhentian prabowo ini memang menarik untuk diulas, dan publik memiliki cara sendiri untuk menilai mana yang lebih logis dan factual untuk dijadikan acuan. Sejak rekomendasi DKP bocor ke publik sejatinya fakta-fakta dibalik pemberhentian prabowo semakin terungkap secara terang benderang. Dalam rekomendasi DKP secara substansi pemberhentian Prabowo dikarenakan bersangkutan melakukan beberapa pelanggaran yang serius, dan dirasa pantas oleh DKP untuk direkomendasikan untuk diberhentikan. Ihwal pemberhentian dengan hormat, sebagaimana disampaikan Agum Gumelar (salah satu anggota DKP), bahwa sebetulnya prabowo dipecat, oleh karena bersangkutan pada waktu itu adalah menantu presiden Soeharto kata-katanya diperhalus dengan pemberhentian dengan hormat. Dengan demikian sebetulnya rekomendasi DKP dan Kepres pemberhentian dengan hormat tersebut bukanlah sesuatu yang terpisah, namun keduannya adalah runtutan kejadian sebab diturunkan keppres karena ada rekomendasi DKP, sehingga antara rekomendasi keppres dan rekomendasi DKP adalah suatu hal yang tidak bisa dipisahkan.
Polemik kasus pemberhentian Prabowo sejatinya langkah awal untuk memperjelas dan membuktikan apakah benar sebagaimana yang dituduhkan bahwa Prabowo melakukan pelanggaran HAM. Dibutuhkan langkah kongret dari negara untuk menindak lanjuti dan memperjelas hal ini agar tidak menimbulkan kebingungan masyarakat. Pemerintah harus segera mendorong untuk dibuat pengadilan adhoc untuk menyelesaikan permasalah kerusuhan Mei yang berkibat hilangnya sejumlah aktivis 98. Pengadilan adhoc sejatinya solusi pamungkas untuk menyelesaikan persoalan ini, dan kasus ini tidak seterusnya menjadi konsumsi politik 5 tahunan. Dengan adanya pengadilan adhoc sejatinya penting untuk semua pihak, baik pihak Prabowo untuk membersihkan namanya jika nyata-nyata tidak bersalah, dan menjawab kegelisahan keluarga korban HAM yang sampai saat ini terus-menerus tidak kunjung memperoleh keadilan yang pantas.