Guru adalah pendidik profesional yang bertugas untuk mengembangkan kepribadian siswa atau sekarang lebih populer dengan sebutan karakter siswa. Penguasaan kompetensi kepribadian guru memiliki makna penting, baik bagi guru yang bersangkutan, lembaga sekolah tempat guru mengajar, maupun bagi siswa yang diajar. Ketiga kompetensi yang harus dikuasai oleh guru, yaitu kompetensi pedagogik (kemampuan mengelola pembelajaran), kompetensi sosial (kemampuan berinteraksi), dan kompetensi profesional tidaklah lepas pada pribadi guru itu sendiri. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran dan berinteraksi dengan siswa akan banyak ditentukan oleh karakteristik kepribadian guru yang bersangkutan. Memiliki kepribadian yang berkarakteristik mendidik bagi seorang guru akan dapat dipandang sebagai acuan bagi keberhasilan anak didik dan guru itu sendiri.
Guru yang menguasai kompetensi kepribadian akan sangat membantu upaya pengembangan karakter siswa. Dengan menampilkan sebagai sosok yang bisa digugu (didengar nasehatnya) dan ditiru (diikuti), secara psikologis anak cenderung merasa yakin dengan apa yang sedang diajarkan guru. Contohnya, ketika guru hendak mengajarkan tentang sopan santun kepada anak didiknya, namun disisi lain secara disadari ataupun seringkali tanpa disadari, gurunya sendiri malah cenderung bersikap kasar dan mudah marah, maka yang akan tertanam pada siswanya bukanlah sikap sopan santun, melainkan sikap kasar itulah yang lebih melekat pada sistem pikiran dan keyakinan siswanya. Kasus ini membenarkan peribahasa bahwa “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Bahwa apa yang dilakukan guru, akan ditiru oleh anak didiknya dengan porsi yang lebih tinggi.
Berbeda dengan di sekolah, berbeda pula dengan di lingkungan masyarakat. Di masyarakat, kepribadian guru masih dianggap hal sensitif. Apabila ada seorang guru melakukan tindakan tidak terpuji atau melanggar aturan yang berlaku di masyarakat, cenderung akan cepat bertindak. Hal ini tentu dapat mengakibatkan merosotnya wibawa guru yang bersangkutan dan hilangnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap lembaga sekolah dimana dia mengajar.
Selain akan menentukan keberhasilan guru itu sendiri, kepribadian guru juga akan menentukan keberhasilan anak didiknya. Apakah dengan pribadi yang dimiliki guru akan mengantarkan anak didiknya ke arah keberhasilan mencapai tujuan, ataukah justru menjadi penghancur masa depan anak didiknya. Bukti kuantitatif kepribadian guru adalah motivasi berprestasi siswa. Sementara bukti kualitatif yang erat kaitannya dengan kepribadian guru adalah kondisi moral siswa. Bukti lain adalah tampilan kepribadian guru akan sangat mempengaruhi antusiasme siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Dari penjelasan singkat diatas, tampak jelas bahwa sangat pentingnya penguasaan kompetensi kepribadian bagi seorang guru. Namun faktanya upaya mengembangkan profesi guru yang erat kaitannya dengan penguatan kompetensi kepribadian tampaknya masih relatif lebih terbatasa bahkan cenderung lebih mengedepankan pengembangan kompetensi pedagogik dan profesional. Realitanya, dalam berbagai pelatihan guru, materi yang dipelajari secara mendalam cenderung lebih bersifat penguatan kompetensi pedagogik dan profesional. Begitu pula dengan kebijakan pemerintah tentang Uji Kompetensi Guru yang lebih mengutamakan kompetensi pedagogik dan profesional.
Sedangkan untuk pengembangan dan penguatan kompetensi kepribadian justru seolah-olah dikembalikan lagi kepada pribadi masing-masing guru. Seperti ungkapan yang mengatakan bahwa “segala sesuatunya kembali lagi dan bergantung pada pribadi masing-masing”. Oleh karena itu, sebagai calon pendidik yang berkarakter marilah berusaha belajar memperbaiki pribadi untuk selalu berusaha menguatkan kompetensi kepribadian kita. Ungkapan bahwa kepribadian orang dewasa cenderung bersifat permanen adalah kurang tepat. Karena jika yakin bisa berubah menjadi pribadi yang lebih baik, maka berubahlah menjadi pribadi yang lebih baik!