Peran UKM dalam Pertumbuhan Ekonomi Bangsa

Author : Aries Musnandar | Monday, August 25, 2014 09:56 WIB

Data statistik menunjukkan jumlah unit usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) mendekati 99,98 % terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia. Menurut Syarif Hasan, Menteri Koperasi dan UKM seperti dilansir sebuah media massa, bila dua tahun lalu jumlah UMKM berkisar 52,8 juta unit usaha, maka pada 2011 sudah bertambah menjadi 55,2 juta unit.  Setiap UMKM rata-rata menyerap 3-5 tenaga kerja. Maka dengan adanya penambahan sekitar 3 juta unit maka tenaga kerja yang terserap bertambah 15 juta orang. Pengangguran diharapkan menurun dari 6,8% menjadi 5 % dengan pertumbuhan UKM tersebut. Hal ini mencerminkan peran serta UKM terhadap laju pertumbuhan ekonomi memiliki signifikansi cukup tinggi bagi pemerataan ekonomi Indonesia karena memang berperan banyak pada sektor ril.

Negara besar dan kaya sumberdaya alam seperti Indonesia dengan jumlah penduduk mendekati seperempat milyar membutuhkan kegiatan ekonomi yang berpijak pada sektor ril. Investasi swasta (termasuk asing) perlu diarahkan pada penanaman modal di sektor ril bukan non riil. Aliran dana investasi yang berupa ‘hot money' hanya akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang semu dan rentan terhadap gejolak politik. Jika ini terjadi maka dapat mengganggu perekonomian bangsa secara keseluruhan.

UKM Sudah Terbukti

Bisnis UMKM tersebar di segala penjuru Tanah Air di pelosok nusantara dengan cukup merata. Memang jiwa ‘entrepreneurship' warga bangsa ini melekat sejak lama bahkan jauh sebelum Negara merdeka. UKM telah terbukti sepanjang sejarah bangsa muncul sebagai motor penggerak dan penyelamat perekonomian Indonesia. UKM mampu menopang sendi-sendi perekonomian bangsa dimasa sulit dan krisis ekonomi menerjang negeri ini terutama tahun 1997/1998. Kala itu perusahaan besar ternyata tidak berdaya dan oleng. Sejumlah konglomerat memperoleh fasilitas pinjaman dari pemerintah yang dikenal dengan bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI).  Tapi perusahaan tak kunjung terselamatkan malah terjadi penggelapan BLBI. Triliunan rupiah dikucurkan pemerintah (BI) raib tak jelas rimbanya. Ironis, pemerintah terpaksa gigit jari, tidak ada itikad baik taipan yang mengemplang BLBI. "Air susu dibalas dengan air tuba".

Kini mari kita lihat secara faktual keberadaan UKM ditengah-tengah merebaknya jejaring kapitalisme pada perekenomian bangsa ini. Senyatanya UKM amat berperan tidak hanya ikut meredam gejolak sosial akibat angka pengangguran yang kian besar, tetapi secara makro turut menumbuh-ratakan ekonomi Negara. Dalam konteks ini kiranya penting disimak data BPS mengenai sumbangan UKM pada peningkatan produk domestik bruto (PDB). Tahun lalu UKM menyumbang 56% dari total PDB di Indonesia. Kepedulian pemerintah atas tumbuh-kembang UKM adalah tepat dan relevan terutama pada fokus pengembangan sektor riil. UKM lebih "bermain" di sektor riil yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga bermanfaat tidak hanya bagi pertumbuhan ekonomi tetapi juga pemerataan kesejahteraan rakyat.

Demikian banyaknya UKM yang telah lama menjalankan usahanya dan memiliki prospek luar biasa, tapi karena kurang dana dan pemahaman manajemen masih terbatas, maka UKM jarang menjadi besar. Sebagai contoh berdasarkan pengalaman penulis di Malang ada penjual es degan (kelapa muda) yang menjajakan dagangannya dengan rombong sederhana tapi memiliki omset mencapai 1 juta rupiah per hari. Semangat, tekad dan kemauan pebisnis sejati ini untuk mengembangkan usahanya cukup besar. Tetapi sayang mereka kurang modal dan kurang tercerahkan wawasan manajemen bisnisnya. Peran ini sebenarnya bisa difasilitasi pihak perbankan kita. Dalam konteks ini maka peran perbankan diperlukan.

Perbankan Diwajibkan Membantu UKM

Upaya menumbuh-ratakan perekonomian Indonesia sebaiknya diarahkan pada penguatan manajemen UKM.  Sudah rahasia umum bahwa perbankan lebih suka berbisnis dengan pengusaha besar dengan omset miliaran bahkan triliunan rupiah. Secara logika memang berbisnis dengan usaha besar bisa membawa untung.gede. Namun yang dilihat lebih pada keuntungan semata, padahal resiko kerugian tidak kalah besar dan usahanya belum teruji tahan banting seperti UKM karena mungkin usahanya "ujug-ujug" (tahu-tahu) sudah besar "dikatrol sana sini". Saat krisis moneter banyak usaha besar gulung tikar, sehingga juga mempengaruhi sektor perbankan. Merangkul UKM bagi perbankan justtru lebih aman dam menguntungkan dalam jangka pendek, menengah maupun panjang.

Senyatanya prospek bisnis UKM terbuka luas dan menjanjikan. Berdasar pengamatan penulis banyak usaha kecil /UKM yang demikian laris, namun manajemen bisnis mereka masih sederhana. Hal ini dimaklumi oleh karena kebanyakan mereka menjalankan usaha dengan "learning by doing", tidak memperoleh pendidikan khusus. Menjalankan usaha acapkali awalnya karena situasi dan kondisi yang mengharuskan mereka untuk berbisnis dengan segala keterbatasan yang ada. Bila saja pihak perbankan bisa menyalurkan kredit sekaligus membantu mempertajam manajemen bisnis mereka, maka UKM akan tumbuh-kembang secara profesional. Sementara pihak perbankan pun akan menuai banyak manfaat dari kemajuan UKM tersebut. Ada semacam simbiosis mutualistis yang saling melengkapi.

Pada masa sebelum krisis 1998 perbankan tampak asyik masyuk dengan pengusaha besar padahal para konnglomerat  itu pula yang telah menjatuhkan kinerja perbankan kita.  Tanpa seleksi ketat para taipan "advonturir" itu biasanya terlalu berani ambil resiko yang unsur spekulasinya juga tinggi. Akibatnya pun kita tahu sendiri bisa fatal! Sedangkan pihak UKM biasanya patuh pada koridor siklus (proses) bisnis normal yang tidak mengada-ngada alias tidak aneh-aneh, karena umumnya target dan bidikan pasar jelas, usaha barang atau jasa yang diperdagangkan pun sudah berlangsung cukup lama.

Dalam kerjasama bisnis kapitalistik selama ini jika satu usaha besar goyah maka ini luar biasa dampaknya yang dapat menggoyahkan perbankan. Oleh karenanya tata pandang perbankan terhadap UKM harus diubah secara signifikan. Sejatinya UKM sesuai amanah Pasal 33 UUD 45 yang berpijak pada ekonomi kerakyatan. Pemerintah sebagai pemilik amanah konsitusi mesti menyusun cetak biru dan kebijakan yang mewajibkan perbankan sesuai kapasitasnya masing-masing untuk membantu UKM dari berbagai sisi dan aspek bisnis. Mungkin perlu juga melibatkan asosiasi bisnis profesional (KADIN), para pengusaha sukses yang komitmen kebangsaannya demikian tinggi secara lebih terencana dan terarah dan termaktub dalam cetak biru kebijakan bisnis UKM. Orientasi bisnis yang menerapkan manajemen profesional perlu dikenali-disosialisasikan kepada UKM oleh pihak yang memiliki keahlian itu untuk agar menjadi bagian dari etos dan budaya kerja ‘best practices' mereka sehari-hari

Apabila usaha kecil mudah dapat kredit perbankan dan manajemen bisnis dikembangkan mengikuti prinsip-prinsip manajemen modern yang berlaku, maka sektor ril kita akan lebih menggeliat dan dinamis. UKM tumbuh-kembang dengan sehat dan berkualitas berkat bimbingan tim manajemen perbankan. Suatu saat nanti UKM memasuki pasar global merupakan suatu keniscayaan.

 

Dengan demikian, ekonomi kerakyatan benar-benar menjadi soko guru pembangunan ekonomi makro dan bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia yang berkeadilan sesuai amanah konstitusi negara.

*) Calon Doktor Manajemen PI-PPs Universitas Islam Negeri (UIN Maliki) Malang

Staf Pengajar Kewirausahaan (Entrepreneurship) FEB Universitas Brawijaya Malang

Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: