Politik Hukum Kenaikan Harga LPG Non Subsidi

Author : Aspianor Sahbas | Monday, September 22, 2014 09:58 WIB

Di awal tahun 2014 masyarakat Indonesia sempat dikejutkan oleh kebijakan PT Pertamina selaku produsen tunggal Liquid Petroleum Gas (LPG) yang menaikan harga jual LPG non subsidi. Menurut Pertamina kebijakan ini diambil karena Pertamina mengalami kerugian yang cukup besar pada periode tahun 2011 sampai tahun 2012. Temuan Badan Pemeriksa keuangan (BPK) Pertamina mengalami kerugian Rp.7,73 trliun dalam penjualan gas LPG 12 kg dan 50 kg. Data lain menunjukan Pertamina mengaku mengalami akumulasi kerugian selama hampir 7 tahun mencapai lebih dari Rp22 triliun akibat praktik jual rugi elpiji 12 kg.

Kontan saja kebijakan tersebut mendapat reaksi dari masyarakat pengguna, pengamat dan berbagai kalangan lainnya. Termasuk pada saat itu pemerintah pun mengeluarkan reaksi dengan mengaku tidak mengetahui rencana kenaikan LPG. Akhirnya pemerintah meminta Pertamina untuk melakukan pertimbangan atau meninjau ulang kenaikan LPG. Atas usulan pemerintah itu Pertamina pada akhirnya menurunkan harga LPG menjadi seperti harga semula.

Sebagian kalangan beranggapan sangatlah naif jika pemerintah sama sekali tidak mengetahui rencana Pertamina untuk menaikan harga LPG non subsidi. Akibatnya ketika pemerintah mengusulkan kepada Pertamina untuk mempertimbangkan kembali kenaikan harga LPG dan Pertamina menurutinya munculah spekulasi politik seolah-olah pemerintah sedang berusaha merebut simpati politik dari publik. Hal ini tidak bisa dihindari karena momentum kenaikan harga LPG dan kebijakan membatalkannya berdekatan dengan momentum Pemilu 2014

Namun demikian, sekalipun sempat ditunda Pemerintah akhirnya merestui usulan Pertamina (Persero) menaikkan harga elpiji ukuran 12 kilogram. Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan langkah tersebut diambil pemerintah untuk memangkas beban kerugian yang ditanggung Pertamina.”Pemerintah mendukung usulan Pertamina, mengenai besarannya diserahkan ke mereka,” ujarnya saat konferensi pers di kantornya, Senin petang, 8 September 2014.

Memang, penentuan harga LPG di Indonesia bukanlah kewenangan pemerintah untuk menentukannya. Berbeda halnya dengan beberapa jenis BBM lain dimana pemerintah dan DPR sangat berperan dalam menentukan kenaikan harga. Dalam hal penentuan harga LPG posisi Pertamina sangat mutlak dalam menentukan kenaikan harga jual LPG di Indonesia. Akibat dominannya Pertamina dalam menentukan harga jual LPG ini banyak masyarakat mengeluh. Mengapa LPG yang sudah menjadi kebutuhan primer rumah tangga regulasi penentuan harganya tidak melibatkan pemerintah dan DPR. Tidak dilibatkannya pemerintah dan DPR ini adalah soal penentuan besaran nilai harga jual. Termasuk juga adalah pentingnya melibatkan konsumen yang barangkali dapat diwakili lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang selama ini konsenbergerak melindungi masyarakat atau konsumen dari korban kebijakan para pelaku ekonomi.

Dari sudung pandang Pertamina yang berorientasi profit, usaha untuk menutupi kerugian akibat dari rendahnya harga jual LPG dibandingkan biaya produksi atau pengolahan adalah sesuatu yang wajar dan dapat dipahami. Namun demikian kebijakan tersebut juga menuntut adanya transparansi dari Pertamina tentang besarnya biaya produksi dan tata kelola pengolahan sampai pada mekanisme pendistribusiannya. Tidak hanya sekedar memunculkan besarnya angka kerugian yang diterima. Dengan demikian akan ada kontrol apakah kerugian itu disebabkan oleh besarnya biaya produksi atau justeru karena adanya inefisiensi atau bahkan terjadinya sesuatu yang bersifat koruptif dalam tata kelola LPG dari hulu sampai ke hilir.

Dalam pandangan masyarakat apapun alasan kenaikan harga LPG, sepanjang tidak ada transparansi pengelolaan dari mulai produksi sampai pada pendistribusiannya, masyarakat tidak akan pernah mau tahu bahwa kebijakan menaikan harga LPG bagi Pertamina adalah kebijakan yang dilematis. Dari sudut pandang masyarakat, karena LPG sudah menjadi kebutuhan utama untuk keperluan rumah tangga mereka selalu menginginkan harga keekonomian LPG yang dapat dijangkau oleh mereka sehingga tidak menimbulkan efek turunan di masyarakat. Masyarakat dalam setiap kenaikan harga LPG cenderung beranggapan bahwa kenaikan itu akan memberatkan ekonomi mereka dan menganggap pemerintah tidak perduli dengan masyarakat kecil.

Seperti kita ketahui, kebijakan penggunaan LPG berawal pada tahun 1980-an sebagai langkah strategis dari pemerintah untuk mencanangkan diversifikasi energi. Tujuannya tidak lain adalah untuk menyediakan energi alternatif bagi masyarakat perkotaan dengan maksud minyak tanah dapat digunakan masyarakat pedalaman sehingga dapat mencegah perluasan penggunaan kayu bakar.

Dalam perkembangannya pada tahun 2006 pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan energi nasional dengan menetapkan peningkatan konsumsi LPG guna menyehatkan portofolio konsumsi energi nasional. Oleh karena ini merupakan kebijakan pemerintah, maka seharusnya ada perlindungan politik hukum pemerintah kepada masyarakat sebagai pengguna LPG. Dengan demikian masyarakat penggunan LPG dapat merasa nyaman dalam turut berperan menyukseskan kebijakan diversifikasi energi nasional

Beberapa regulasi atau payung hukum yang dapat memberikan perlindungan pada masyarakat konsumen boleh dikatakan hampir tidak memadai. Katakanlah misalnya Undang-Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi. Undang-undang ini tidak secara detil dan komprehensip mengatur bagaimana agar pengelolaan ketersediaan energi nasional benar-benar diorientasikan pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagaimana amanat konstitusi.

Undang-UndangNomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi ini muatanya lebih banyak mengatur tentang hal-hal yang secara substantif tidak berhubungan dengan kepentingan masyarakat. Dalam bagian Keempat Pasal 7 ayat 1 – 2 yang mengatur tentang harga energi misalnya disebutkan bahwa harga energi ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian yang berkeadilan. Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan dana subsidi untuk kelompok masyarakat tidak mampu. Dalam penjelasannya padaPasal 7 ayat (1)ini djelaskan yang dimaksud nilai keekonomian berkeadilan adalah suatunilai/ biaya yang merefleksikan biaya produksi energi, termasukbiaya lingkungan dan biaya konservasi serta keuntungan yangdikaji berdasarkan kemampuan masyarakat dan ditetapkan olehPemerintah.

 

Apabila kita cermati, ketentuan tersebut tentu saja sangat tidak mempertimbangkan sisi permintaan kemampuan ekonomi masyarakat. Ditambah lagi dengan tidak adanya aturan yang mengharuskan badan usaha yang mengelola energi untuk melakukan transparansi kebijakan tentang berapa biaya produksi energi tersebut.

Banyak hal lagi berbagai ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi ini yang jika kita kritisi secara detil tidak merefleksikan perlindungan terhadap masyarakat konsumen yang menggunakan energi.

Kebijakan Politik hukum pemerintah dalam menjawab kompleksitas persoalan energi termasuk hal yang melingkupinya seperti terjadinya krisis energi, soal kenaikan harga energi non subsidi, soal sisi permintaan dan pasokan energi yang tidak berimbang,bahkan soal kedaulatan energi nasional yang ditangani pihak asing masih belum tertangani secara maksimal untuk mewujudkan terciptanya ketahanan energi nasional.

Tidak ada pilihan lain selain melakukan revisi atas berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur energi nasional dan peraturan lain yang berhubungandengannya. Dengan demikian akan lahir produk kebijakan energi yang adaptif, responsif, dan antisipatif terhadap tuntutan zaman. Masyarakat tentu tidak akan terlampau berat untuk menerima setiap kebijakan yang menyangkut energi manakala ada payung hukum yang memberikan rasa keadilan.

Ciri utama kebijakan publik yang baik adalah cerdas, karena mampu memecahkan masalah pada inti masalahnya. Kemudian bijaksana dalam artian tidak menghasilkan masalah baru yang lebih besar daripada masalah yang dipecahkan. Selain itu memberikan harapan dalam artian bahwa kebijakan tersebut memberi ekspektasi kepada masyarakat untuk masa depan yang lebih baik.

من المقطوع: http://hukum.kompasiana.com
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: