Nampaknya keadaan negara kita setelah pelantikan presiden masih akan belum tenang. Mengapa karena ada faktor penting yang akan segera terjadi bulan depan menyangkut bahkan mau tidak mau berdampak bagi rakyat yang berpenghasilan pas-pasan.
Seperti dikutip dari media-media online, bahwa Presiden Jokowi akan menaikan BBM sekitar bulan November 2014 ini.
“Sudah diputuskan oleh Pak Jokowi, kenaikan harga BBM bersubsidi Rp 3.000 per liter. November dimungkinkan sudah dinaikkan,” kata Luhut Binsar Panjaitan, Penasihat Senior Tim Transisi Jokowi-JK, di gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, di Jakarta.
Hal tersebut pula di utarakan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Chairul Tanjung, bahwa ia telah menerima informasi dari pemerintahan baru mengenai rencana kenaikan bbm bersubsidi.
Belajar dari pengalam pada kenaikan bbm yang sudah-sudah, seperti yang masih kita ingat saja, kenaikan bbm tahun 2005 atau juga tahun 2008, dimana pada saat itu rakyat kecil (bukan mereka yangberada dikelas atas) seperti kembali kejaman orde lama, dimana kehidupan sulit, dan semua pada antri.
Dalam sudut keuangan negara, kenaikan harga bbm subsidi, diperkirakan akan memberikan sumbangan terhadap inflasi sebanyak 3-3,5 persen.
Namun ada juga para ahli melihat, kenaikan harga subsidi bbm tersebut tidak akan mendorong inflasi double digit. Meskipun demikian, inflasi akan tinggi setelah harga naik. Diperkirakan juga situasi pasar dan keuangan akan bergolak namun paling lama sekitar 4 bulan.
Sesungguhnya dilema negara ini dalam menaikan harga bbm subsidi, mengapa, pertama dengan murahnya harga bahan bakar minyak bersubsidi ini merupakan menjadi salah satu penyebab kemacetan yang melanda sejumlah kota besar di tanah air.
Pasalnya, murahnya harga bbm membuat masyarakat boros dan manja dengan menggunakan kendaraan pribadi, hal ini tentu dapat dilihat dari tingkat baiknya penjualan kendaraan roda empat dari tahun ketahun.
Kedua, tentu masalah yang tidak pernah ada penyelesaian adalah penyelewengan bbm subsidi, baik yang dilakukan dengan tanker-tanker, ataupun yang dilakukan menggunakan mobil-mobil tangki, serta cara-cara lainnya.
Lihatlah data kebocoran yang disebabkan penyelewengan dari bbm subsidi saja, di tahun 2007, total perkiraan Potensi Kerugian Negara Hasil Temuan Kegiatan TIM KP4 dan Mabes Polri adalah sebesar Rp 560.631.399.000.
Lalu ditahun 2008, sebesar Rp 12.538.672.660, lalu tahun 2011, kasus yang berhasil ditangani Satgas KP4 BBM terpadu dengan Mabes Polri, adalah 305 kasus, dengan estimasi nilai kerugian negara mencapai Rp10.825.202.346,32.
Tahun 2013, ada 947 kasus yang berhasil diungkap oleh KP4 BBM dan Penyidik Polri terkait penyalahgunaan BBM bersubsidi, estimasi kerugian negara mencapai Rp 68.733.383.500.
Angka-angka tersebut adalah yang berhasil diungkap, dibalik kasus tersebut masih ada ratusan kasus penyelewengan bbm subsidi dan non-subsidi yang belum terungkap.
Dapat dibayangkan, berapa kerugian negara kita, dari adanya kegiatan ilegal bbm tersebut, dan dapat dibayangkan, berapa keuntungan orang yang melakukannya. Jadi seharusnya, jerat hukum terhadap pelaku penyelewengan bbm dinegara ini, harus lebih keras dan tegas, jangan disamakan dengan pencuri ayam atau pencuri sapi.
Ketiga adalah program pemerintah antara satu kementrian dengan kementrian lainnya yang sangat bertentangan dan bertolak belakang. Contoh saja, di kementrian ESDM, menjalankan program hemat energi, namun di kementrian perindustrian melepaskan program Mobil Murah..
Keempat perilaku konsumtif masyarakat kita di tanah air sendiri. Lihatlah, para pengguna kendaraan roda empat, mereka ingin seirit mungkin, namun anehnya, menggunakan kendaraan yang berukuran volume CC besar. Padahal kendaraan tersebut hanya berisi 1 atau 2 orang saja.
Jadi bagaimana negara ini kedepan?, bbm subsidi akan naik dan terus akan dinaikan sehingga harganya menjadi sesuai dan masuk akal, atau kita terus menerus mengalami masalah dengan bbm di tanah air kita ini.. tentu pilihan yang bijaksana dan tepatlah yang akan dipilih oleh kita semua.