Solusi Out Of The Box Bagi Guru Yang Kekurangan Jam Mengajar
Author : Iman Suligi | Saturday, June 11, 2016 06:35 WIB
Anies Baswedan Berencana Terbitkan Permendikbud Tentang Kekurangan Jam Mengajar - Persyarat mutlak untuk mendapatkan tunjangan profesi pendidik (TPP) atau sering disebut dengan tunjangan sertifikasi guru wajib mengajar minimal 24 jam tatap muka setiap minggunya. Jika kurang 1 jam saja maka guru bersertifikasi tak akan mendapatkan tunjangan satu persenpun. Demikian saya kutip dari http://www.infoptk.com. Saya melihat ini baik-baik saja, hanya saja bagaimana solusinya supaya guru tidak perlu mengalami kesulitan memenuhi kewajiban itu. Bagaimana supaya para guru yang mengalami hal ini cukup ngopeni sekolah tanpa harus ke sekolah yang bisa jadi berjauhan lokasinya. Tenaga intelektualitas dan fisiknya bisa lebih optimal dimanfaatkan sekolah tanpa harus digunakan hanya untuk menuju lokasi yang berjauhan dari sekolah asalnya. Saat ini lewat Gerakan Indonesia Membaca Anies Baswedan sedang menggebrak rendahnya minat baca dengan berbagai terobosan. Taman Bacaan Masyarakat tumbuh menjamur di seluruh kawasan Nusantara. Kampung Literasi sedang dirintis untuk memperkuat upaya itu. Aturan kewajiban membaca disekolah dicanangkan, namun sudahkah seklah menerapkan? Bisakah kita berfikir out f the box untuk masalah kekurangan jam mengajar para guru tadi dengan mensinergikannya gerakan literasi yang sedang hangat ini? Bisakah kita melibatkan para guru tadi "dengan sepenuh hati " dalam gerakan literasi ini di seklah tanpa keluar pagar? Dapatkah para guru tadi dilibatkan sebagai Guru Pustakawan dengan serangkaian kewajiban yang bisa dirumuskan dan ditata dengan baik? Dapatkah ini dijalankan sebagai solusi out of the box dan tidak sekedar menjadi sebatas formalitas? Di masa lalu ( mungkin sekarang masih ) perpustakaan baik di sekolah, universitas, atau instansi terkadang dipersepsikan sebagai penjara untuk staf yang ada masalah. Perpustakaan juga tidak menarik untuk menjadi tempat bekarir karena pertimbangan-pertimbangan tetentu. Sudah saatnya semuanya dirubah. Inilah saatnya membangun negeri dengan menempatkan perpustakaan sebagai pusat keunggulan. Bapak dan Ibu guru buatlah perpustakaan menyenangkan dan bergizi aga siapa saja betah disana. Jangan mengajar kemana-mana, makmurkan saja perpustakaan sekolah Anda dan Anda tetap akan mendapat tunjangan sertifikasi. Mga-moga.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kedasih/solusi-out-of-the-box-bagi-guru-yang-kekurangan-jam-mengajar_575b7bbc65afbd9110baed04
Anies Baswedan Berencana Terbitkan Permendikbud Tentang Kekurangan Jam Mengajar - Persyarat mutlak untuk mendapatkan tunjangan profesi pendidik (TPP) atau sering disebut dengan tunjangan sertifikasi guru wajib mengajar minimal 24 jam tatap muka setiap minggunya. Jika kurang 1 jam saja maka guru bersertifikasi tak akan mendapatkan tunjangan satu persenpun. Demikian saya kutip dari http://www.infoptk.com.
Saya melihat ini baik-baik saja, hanya saja bagaimana solusinya supaya guru tidak perlu mengalami kesulitan memenuhi kewajiban itu. Bagaimana supaya para guru yang mengalami hal ini cukup ngopeni sekolah tanpa harus ke sekolah yang bisa jadi berjauhan lokasinya. Tenaga intelektualitas dan fisiknya bisa lebih optimal dimanfaatkan sekolah tanpa harus digunakan hanya untuk menuju lokasi yang berjauhan dari sekolah asalnya. Saat ini lewat Gerakan Indonesia Membaca Anies Baswedan sedang menggebrak rendahnya minat baca dengan berbagai terobosan.
Taman Bacaan Masyarakat tumbuh menjamur di seluruh kawasan Nusantara. Kampung Literasi sedang dirintis untuk memperkuat upaya itu. Aturan kewajiban membaca disekolah dicanangkan, namun sudahkah seklah menerapkan? Bisakah kita berfikir out f the box untuk masalah kekurangan jam mengajar para guru tadi dengan mensinergikannya gerakan literasi yang sedang hangat ini? Bisakah kita melibatkan para guru tadi "dengan sepenuh hati " dalam gerakan literasi ini di seklah tanpa keluar pagar? Dapatkah para guru tadi dilibatkan sebagai Guru Pustakawan dengan serangkaian kewajiban yang bisa dirumuskan dan ditata dengan baik? Dapatkah ini dijalankan sebagai solusi out of the box dan tidak sekedar menjadi sebatas formalitas? Di masa lalu ( mungkin sekarang masih ) perpustakaan baik di sekolah, universitas, atau instansi terkadang dipersepsikan sebagai penjara untuk staf yang ada masalah.
Perpustakaan juga tidak menarik untuk menjadi tempat bekarir karena pertimbangan-pertimbangan tetentu. Sudah saatnya semuanya dirubah. Inilah saatnya membangun negeri dengan menempatkan perpustakaan sebagai pusat keunggulan. Bapak dan Ibu guru buatlah perpustakaan menyenangkan dan bergizi aga siapa saja betah disana. Jangan mengajar kemana-mana, makmurkan saja perpustakaan sekolah Anda dan Anda tetap akan mendapat tunjangan sertifikasi. Mga-moga.
من المقطوع: http://www.kompasiana.com
Shared:
Comment