Karya seni rupa aliran ekspresionis Achmad Feri (kanan) saat ditampilkan dalam pameran di WEP, Gresik, Jawa Timur, Sabtu (12/11/2016).
Karya seni Feri yang diberi judul "Spirit of Love" dengan cara membahagiakan pasangan dari sisi materi justru dianggap oleh masyarakat yang melihatnya seperti kejadian di Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi.
“Saya coba menampilkan karya seni ekpresionis, berupa duplikat otak yang dikelilingi uang. Di mana di sisi yang lain, terdapat shower dan kran air sedang mengucurkan uang dalam jumlah banyak yang membuat timba di bawahnya tak sanggup lagi menampung,” kata Feri, Sabtu (12/11/2016).
“Eh lha kok malah nggak tahunya saat saya pamerkan bersama hasil lukisan saya di WEP (Wahana Ekspresi Poesponegoro) kemarin malah dikira oleh orang-orang yang melihat seperti fenomena Dimas Kanjeng,” katanya.
Feri menjelaskan justru dirinya ingin menggugah para warga yang melihat hasil karyanya tersebut agar mau bekerja keras dalam mencari harta dan materi untuk bisa membahagiakan pasangannya masing-masing.
“Tapi malah banyak yang komentar, 'Eh ini jangan-jangan ingin niru Dimas Kanjeng yang sudah ditangkap'. Ada juga yang nyeletuk, 'Ini Dimas Kanjeng tapi bukan Taat Pribadi',” tutur warga Perum Alam Bukit Raya (ABR) Gresik, Jawa Timur ini sambil tersenyum.
Bapak satu orang putra ini lantas menjelaskan, untuk menghasilkan karya tersebut, dirinya membutuhkan waktu tak kurang dari tiga hari.
Alasannya, selain tingkat kerumitan juga lantaran ia tidak bisa mencurahkan segenap waktu dan pikirannya. Karena pada pagi hingga sore hari pada hari biasa antara rentang Senin hingga Jumat, Feri sehari-hari bekerja sebagai tenaga desainer, di salah satu perusahaan perhiasan yang ada di Kota Surabaya.
KOMPAS.com/HAMZAH ARFAHAchmad Feri coba memperlihatkan konsep karya yang diciptakannya, Sabtu (12/11/2016).
“Dan untuk materi pendukung dalam menghasilkan karya ini selain menggunakan shower juga kran air, dan ember. Saya juga menggunakan potongan tikar, tirai bambu, benang, gabus sebagai bahan untuk membuat otak palsu, dan tentunya uang mainan,” jelasnya.
Hanya saja Feri memang membawa pesan dalam hasil karyanya tersebut yakni mengajak masyarakat, lebih-lebih yang sudah sempat menyaksikan hasil karyanya secara langsung, untuk tidak bersikap praktis dan memilih enaknya secara instan.
“Melihat pemikiran praktis masyarakat saat ini yang tak mau bekerja tapi menginginkan punya banyak uang membuat saya prihatin. Makanya, saya juga coba menyisipkan pesan itu dalam karya saya ini,” pungkasnya.
Penulis | : Kontributor Gresik, Hamzah Arfah |
Editor |
: I Made Asdhiana |