Keren, Mahasiswa UMM Ciptakan Alat Pendeteksi Kualitas Udara
Agropolitan.TV - Kota Malang
Seperti yang kita ketahui, udara menjadi elemen yang sangat vital bagi makhluk hidup. Kualitas udara yang baik, pasti akan sangat berpengaruh kepada kehidupan makhluk hidup yang sehat. Begitu sebaliknya, kualitas udara yang buruk, juga akan berpengaruh kepada kesehatan kita semua.
Maka dari itu, mahasiswa Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menciptakan alat pengukur kualitas udara. Menariknya, alat ini mampu memberikan notifikasi ke komputer dan ponsel lewat aplikasi serta email tentang kualitas udara secara realtime. Bahkan mampu mengukur kadar oksigen, karbondioksida, karbon monoksida, ammonium, suhu, serta kelembapan udara secara realtime.
Taris Fakhran Hawarai, koordinator tim UMM itu mengungkapkan, alat pengukur kualitas udara ini menggunakan pemrograman fuzzy logic sebagai pemberi keputusan. Dengan begitu, alat bisa memberikan keputusan apakah udara tersebut baik atau tidak. Adapun mereka menggunakan indikiator standar internasional.
“Setidaknya terdapat 27 aturan fuzzy yang nantinya akan memproses sensor mq135. Dari situ kita bisa mendeteksi kadar dari karbon monoksida, karbon dioksida, dan ammonium yang terdapat di lokasi. Dilanjutkan dengan memberikan keputusan terkait indeks kualitas udara yang ada, mulai dari taraf baik, sedang, hingga buruk. Kemudian alat tersebut juga memberikan notifikasi pada aplikasi Blink yang ada pada ponsel serta komputer dan juga memberikan pesan via email,” jelasnya.
Menariknya, alat itu sudah diuji di berbagai lokasi di Kota Malang, termasuk daerah Sigura-gura. Taris menegeaskan bahwa keakuratan dari alat ciptaannya berada di kisaran 90% dengan membandingkan alat tersebut dengan alat-alat pendeteksi udara yang ada. Sekaligus membandingkan data realtime suhu dan kelembapan udara dari BMKG.
“Sejauh ini, tingkat kesalahannya kurang dari 10%. Sementara jika dibandingkan dengan data kelembapan serta suhu di BMKG, hanya memiliki selisih 5% saja,” tambahnya.
Lebih lanjut, alat tersebut hanya membutuhkan daya rendah dalam pengoperasiannya. Yakni menggunakan 5 volt atau menggunakan baterai litium untuk menghidupkanya. Biaya produksinya juga cukup terjangkau di kisaran Rp500 ribu rupiah. Nantinya, alat ini akan mereka kembangkan dengan membuat website khusus yang dapat diakses bebas oleh masyarakat umum. Titik penempatan alat juga akan ditambah untuk memperluas jangkauan. (sfr)