Dosen program studi Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Gonda Yumitro (Foto: umm.ac.id).***
BANDUNGMU.COM, Malang — Dosen program studi Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Gonda Yumitro mengatakan bahwa tidak mudah bagi para mantan teroris untuk kembali ke masyarakat.
Menurut Gonda, mereka menghadapi beberapa tantangan yang kerap jadi kendala. Dari sisi sosial, sebagian masyarakat masih memiliki rasa curiga terhadap para mantan teroris.
“Bahkan beberapa mantan teroris memilih untuk pindah dan tidak pulang ke kampung halaman,” tutur Gonda seperti bandungmu.com kutip dari laman resmi UMM pada Kamis (20/07/2023).
Menurutnya, sikap masyarakat memasang jarak dengan mantan teroris membuka peluang bagi mereka untuk kembali ke kelompok radikalnya. Apalagi sebagian dari mantan teroris ini awalnya terlibat dengan kelompok radikalisme akibat pergaulan.
“Kedua, dari sisi ekonomi. Rata-rata para mantan teroris ini mengalami masalah secara ekonomi. Faktornya macam-macam, termasuk karena pendidikan yang kurang,” ujarnya.
Dirinya tengah meneliti terkait model comprehesive collaboration deradikalisasi mantan teroris di Jawa Timur. Utamanya melalui pendekatan sosial ekonomi.
Gonda pernah mendengar dari salah satu mantan teroris bahwa ia hanya sempat menempuh sekolah beberapa tahun sebelum masuk penjara.
Lalu ketika keluar dari penjara, mereka menyadari bahwasannya terbatas secara ekonomi dan skill. Padahal kehidupan mereka harus tetap berjalan.
“Hal itu membuka peluang jaringan teroris aktif untuknya mengajaknya kembali dengan iming-iming bantuan ekonomi,” sambungnya.
Di Malang sendiri jejaring teroris menurut Gonda cukup kuat. Bahkan Malang menjadi lokasi yang sangat strategis. Alasannya, Malang dikenal sebagi kota Pendidikan dan para teroris ingin berburu kader.
Kedua, Malang dikenal sebagai kota wisata. Kondisi ini memungkinkan para teroris leluasa untuk bergerak dan berkoordinasi karena kontrol sosial masyarakatnya lebih rendah.
“Semisal mereka ingin menyewa vila untuk berkoordinasi pun orang akan mengira bahwa mereka hanya ingin berwisata,” katanya.
Gonda pun menegaskan bahwa dalam program deradikalisasi atau penetralan pemikiran-pemikian bagi individu yang sudah terpapar radikalisme, dibutuhkan kerja sama semua elemen.
Bukan hanya pemerintah dan masyarakat, kata Gonda, pendekatan sosial dan ekonomi pun harus diterapkan.
“Para mantan teroris ini jangan dilepas begitu saja, sebab mereka paham ideologi teroris serta mengetahui jejaringnya. Secara sosial, harus ada perubahan model dalam memperlakukan mereka, termasuk secara ekonomi,” ungkap Gonda.
“Orang kalau sudah bermasalah dengan ekonomi, maka yang lainnya jadi ikut bermasalah juga. Karena sebagian orang yang membunuh, merampok, dan lainnya itu disebabkan oleh faktor ekonomi,” kata Gonda.
Urusan teroris tidak sesederhana yang dikira. Banyak masyarakat menganggap mereka sebagai orang yang kasar, suka membunuh, dan menghalalkan segala cara di kehidupan nyata.
Namun, faktanya tidak seperti itu. Mereka melalui proses yang panjang untuk menjadi teroris. Banyak faktor, seperti keluarga, pendidikan, ekonomi, pergaulan, dan faktor lain yang mendasari.
“Saya kerap mengundang mantan teroris ke kelas untuk berbagai cerita. Tujuannya agar mahasiswa bisa lebih antisipasi bahwa ternyata mereka yang menjadi teroris itu awalnya bukan karena kemauan sendiri,” jelas Gonda yang sudah sebelas tahun mengkaji terorisme.***