Pakar Asia Timur Ungkap Transformasi Multikultural Jepang dan Korea pada Mahasiswa HI UMM

Author : Humas | Selasa, 10 Desember 2024 11:56 WIB | beri fakta - beri fakta

MALANG, Berifakta.com – Di Korea dan Jepang, multikulturalisme menghadapi tantangan besar meskipun kebutuhan akan integrasi semakin mendesak. Demikian pengantar yang disampaikan oleh Profesor Changzoo Song, dari University of Auckland, dalam kuliah bertema “Multiculturalism: Challenges and Opportunities in Korea and Japan”. Kuliah ini merupakan bagian dari kolaborasi Program Studi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang (HI UMM) dengan Eurasia Foundation dalam rangkaian Eurasia Lecture Series.

Profesor Song menjelaskan bahwa Korea dan Jepang dibangun di atas mitos homogenitas rasial yang kuat, dengan narasi nasional yang menekankan satu identitas etnis dan budaya. Namun, dengan meningkatnya kebutuhan tenaga kerja asing akibat penurunan angka kelahiran dan penuaan populasi, kedua negara kini harus membuka diri terhadap multikulturalisme.

“Tantangan utamanya terletak pada bagaimana mengintegrasikan pekerja asing dan imigran ke dalam masyarakat yang telah lama mempertahankan identitas etnis yang homogen,” kata Profesor Song. Ia menambahkan bahwa baik Korea maupun Jepang mengalami kesulitan dalam menerima keberagaman, terutama karena mitos homogenitas yang telah tertanam dalam kebijakan dan pandangan sosial mereka.

Selain itu, ia menyoroti pentingnya multikulturalisme sebagai solusi terhadap tantangan demografis di kedua negara. “Multikulturalisme bukan hanya kebutuhan ekonomi, tetapi juga kunci untuk memperkuat posisi negara di kancah global,” ungkapnya. Profesor Song menekankan bahwa keberagaman, jika dikelola dengan baik, dapat menjadi sumber kekuatan bagi negara-negara yang sebelumnya dikenal karena homogenitas mereka.

Ia juga mengangkat isu migrasi balik etnis, seperti kembalinya etnis Jepang-Brasil dan etnis Korea dari China, sebagai contoh bagaimana kedua negara mencoba mempertahankan homogenitas etnis sambil menghadapi tantangan tenaga kerja global. Meskipun langkah ini diambil untuk mempertahankan keseragaman etnis, kenyataannya para migran seringkali menghadapi marginalisasi budaya dan sosial di tanah leluhur mereka.

Di akhir kuliahnya, Profesor Song menekankan bahwa penerimaan terhadap keberagaman budaya bukan hanya penting untuk pertumbuhan ekonomi, melainkan juga untuk stabilitas sosial di masa depan. “Korea dan Jepang harus mulai melihat multikulturalisme sebagai aset strategis, bukan ancaman, jika mereka ingin bertahan di era globalisasi ini,” pungkasnya. (*)

Sumber: https://berifakta.com/pakar-asia-timur-ungkap-transformasi-multikultural-jepang-dan-korea-pada-mahasiswa-hi-umm/
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori