Dosen Teknik Mesin Fakultas Teknik UMM Yepy Komaril Sofi'i. (Dok Humas UMM)
Malang (beritajatim.com) – Dosen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Yepy Komaril Sofi’i mengomentari rencana pemerintah yang tengah gencar menyampaikan rencana rilis Bahan Bakar Minyak (BBM) rendah.
Yepy menilai rencana ini baik. Karena akan membawa banyak keuntungan terutama bagi kendaraan bermesin diesel. “Secara teknis, pada bagian mesin diesel ada yang namanya Nozzle Injector. Kandungan sulfur berlebih di dalam bahan bakar, dapat menyebabkan tertutupnya semacam lubang-lubang nozzle. Hal ini membuat gerakan suplai bahan bakar yang diinjeksi akan semakin terhambat,” ujar Yepy.
Yepy memaparkan sulfur sering ditemukan dalam bahan bakar. Pertamina sebagai salah satu penyedia Bahan Bakar Minyak sendiri telah berupaya untuk menyediakan bahan bakar yang rendah sulfur serta memenuhi ketentuan kandungan maksimum sulfur yang ditetapkan oleh Euro IV, yaitu tidak lebih dari 50 ppm.
Seperti Pertamax hijau 95 dengan nilai oktan atau RON 95, Pertamax turbo RON 98, dan Pertadex dengan nilai cetane 53. Selain produk tersebut, kandungan sulfur di bahan bakar yang lain masih cukup tinggi. “Ada beberapa keuntungan BBM rendah sulfur. Yang pertama, jika dilihat dari mechanical engineering terhadap perawatan mesin lifetimenya akan lebih lama atau awet,” ujar Yepy.
Sedangkan dampak bagi lingkungan jika sulfur menurun, maka emisi gas yang dihasilkan juga menurun. Karena jika di konsep pembakaran terdapat dua jenis pembakaran yaitu sempurna dan tidak sempurna.
“Pembakaran tidak sempurna meliputi motor bakar dan pembakaran industri, yang mana dari setiap pembakaran akan menghasilkan karbon monoksida (CO), uap air dan senyawa lainnya. Sulfur nantinya akan menghasilkan Sulfur Dioksida (SO2) yang berpengaruh pada peningkatan emisi gas. Jadi BBM rendah sulfur ini akan lebih berdampak positif baik untuk mesin berbahan bakar diesel maupun bagi lingkungan,” ujar Yepy.
Dia pum mendukung rencana pemerintah menyediakan BBM rendah sulfur. Dia mendorong pemerintah melakukannya secara massif. Utamanya dalam segi infrastruktur seperti Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang sudah tersuplai BBM rendah sulfur secara merata.
“SPBU rendah sulfur hendaknya tak hanya di Kota-Kota besar melainkan merata sampai seluruh Indonesia. Termasuk pada industri otomotifnya, sebagai penyuplai kendaraan yang sesuai spesifikasi dengan bahan bakar rendah sulfur. Hal ini agar terdapat kegiatan yang selaras antara kebijakan dengan praktik di lapangan,” ujar Yepy. (luc/kun)