Pakar Hukum UMM Beri Masukan DPR Soal Pembahasan RUU KUHAP

Author : Humas | Jum'at, 31 Januari 2025 09:31 WIB | beritajatim.com - beritajatim.com

Foto BeritaJatim.com

Seminar sinkronisasi dan harmonisasi RUU Kejaksaan dan RUU KUHAP di UMM.

Malang (beritajatim.com) – Para pakar hukum dan akademisi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengkaji tentang pentingnya penyesuaian dan keselarasan regulasi hukum kejaksaan dengan KUHP agar tercipta sistem peradilan yang lebih efektif dan berkeadilan.

Dekan Fakultas Hukum UMM Prof Tongat mengatakan rencana pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang kini dilakukan oleh Komisi III DPR RI harus mendetailkan distribusi kewenangan lembaga hukum dalam menangani perkara tindak pidana. Tujuannya, mengantisipasi ada tumpang tindih kewenangan antar lembaga hukum.

“Distribusi kewenangan masing-masing lembaga hukum harus diperjelas supaya tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan. KUHAP itu kan sebagai induk penegakan hukum, sehingga menjadi rujukan terhadap semua aturan tentang penegakan hukum, baik itu kepolisian, kejaksaan, kehakiman,” ujar Tongat, Kamis, (30/1/2025).

Tongat menyatakan keberadaan RUU KUHAP harus memperjelas porsi dan masing-masing posisi lembaga hukum. Seperti terkait dengan pelaporan tindak pidana yang selama ini menjadi kewenangan kepolisian, jika juga diberikan kepada kejaksaan berpotensi menimbulkan ketidakjelasan atau samar.

Tongat juga mengkritik tentang restorative justice dan urgensinya sebagai penyelesaian perkara pidana dalam perspektif RUU Kejaksaan dan RUU KUHAP. Dia menyebut perlunya sinkronisasi antar lembaga penegak hukum, sehingga penerapan restorative justice bisa berjalan lebih konsisten.

“Kemunculan ide gagasan Restorative Justice itu maka saya pikir lebih dini dilakukan lebih baik. Kalau lebih dini dilakukan artinya harus dilakukan di tingkat kepolisian. Karena kepolisian adalah start mekanisme peradilan pidana. Jadi semakin dini semakin baik untuk menghindari dampak negatif yang mungkin timbul akibat proses peradilan pidana,” ujar Tongat.

Menurutnya perlua ada aturan yang jelas pendelegasian ke lembaga penegak hukum yang dinilai paling strategis untuk melaksanakan restoratif justice. Tujuannya untuk menghindari berbagai dampak negatif yang mungkin timbul akibat proses peradilan pidana.

Sementara itu, Ketua Forum Dekan Fakultas Hukum PTM, Assoc. Prof. Dr. Faisal, S.H., M.Hum., menyoroti urgensi sinkronisasi antara RUU Kejaksaan dan KUHP guna memastikan efisiensi serta kejelasan dalam proses hukum di Indonesia. Menurutnya perubahan regulasi harus memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan kepastian hukum.

“Penyesuaian regulasi kejaksaan dan KUHP adalah suatu keharusan untuk memastikan bahwa sistem peradilan pidana kita berjalan dengan lebih efisien dan selaras dengan kebutuhan hukum yang berkembang,” ujar Faisal.

Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo, menjelaskan mengenai kebijakan hukum pidana dalam pelaksanaan tugas kejaksaan. Menurutnya, dalam menjalankan tugasnya, kejaksaan harus berpegang pada prinsip keadilan dan proporsionalitas agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.

“Tugas kejaksaan dalam penegakan hukum harus selalu didasarkan pada asas legalitas serta menjunjung tinggi hak asasi manusia,” ujar Trisno. (luc/ian)

 

Sumber: https://beritajatim.com/pakar-hukum-umm-beri-masukan-dpr-soal-pembahasan-ruu-kuhap
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Berita Terpopuler