FAJAR.CO.ID — Air liur yang diproduksi kelenjar ludah secara alami di dalam mulut berperan penting menunjuang kesehatan mulut dan proses pencernaan makanan. Produksi air liur yang terlalu sedikit atau berlebihan bisa jadi pertanda adanya gangguan kesehatan mulut atau kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Ada kalanya air liur terkumpul dalam jumlah cukup banyak di dalam mulut dan tidak jarang kemudian tertelan. Lantas, bagaimana jika menelan air liur yang ada di dalam mulut saat berpuasa? Apakah bisa membatalkan puasa atau tidak?
Terkait pertanyaan tersebut di atas, Dr. Syamsurizal Yazid, MA yang merupakan Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang memberikan penjelasan. Berikut ulasannya.
Sejatinya, seseorang yang sedang berpuasa dilarang makan dan minum serta menelan sesuatu benda. Hal itu tentu akan membatalkan puasanya. Masalahnya, bolehkah sesorang yang sedang berpuasa menelan air liur atau ludah ? Seseorang yang sedang berpuasa boleh menelan air liur atau ludahnya. Hal ini tidak membatalkan puasanya. Dasarnya, antara lain, adalah ayat-ayat Al-Qur’an berikut ini.
يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ
“…Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran…”. (QS.2: 185)
مَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ
“…Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan…” (QS. 5: 6)
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ
“…dan (Allah) tidak menjadikan kesulitan untukmu dalam agama…” (QS. 22: 78)
Ibnu Kathīr, di dalam kitab Tafsīr al-Qur’ān al-Adhīm, ketika menafsirkan al-Qur’an, surat Al-Hajj, ayat 22 di atas, antara lain, mengatakan bahwa Allah tidak akan membebankan kepada hamba-Nya sesuatu di luar kemampuannya dan tidak juga mewajibkannya mengerjakan sesuatu yang akan menyulitkannya, melainkan Allah akan memberikan jalan keluar atas kesulitan tersebut.
Berdasarkan ayat-ayat di atas bahwa Allah tidak mempersulit manusia di dalam menjalankan ajaran Agama. Menelan air liur atau ludah bagi manusia sesuatu yang sulit dihindari (masyaqqah), karena hal ini merupakan suatu yang secara alami terjadi sesuai dengan sunnatullah.
Di samping itu, berdasarkan ayat-ayat di atas, para fuqaha’ (ahli fikih) menetapkan suatu kaidah fikih, yang antara lain dapat dijadikan sebagai dasar juga untuk menetapkan bolehnya menelan air liur bagi orang yang sedang berpuasa, yaitu: المشقة تجلب التيسير
“Kesulitan itu akan menarik suatu kemudahan”.
Kaidah ini mempunyai makna bahwa hukum-hukum Islam didasarkan atas keringanan dan meniadakan kesukaran.
Mengutip NU Online, Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab (6/341) menjelaskan, para ulama sepakat jika menelan air ludah atau air liur tidak membatalkan puasa. Pasalnya air liur sering terbiasa keluar dengan sendirinya dan sulit dihindari.
“Menelan air liur itu tidak membatalkan puasa sesuai kesepakatan para ulama. Hal ini berlaku jika orang yang berpuasa tersebut memang biasa mengeluarkan air liur. Sebab susahnya memproteksi air liur untuk masuk kembali.”
Hanya saja, meski tidak membatalkan puasa, menelan air liur atau ludah ini juga terdapat beberapa faktor khusus. Beberapa faktor tersebut di antaranya.
Air liur yang tertelan saat berpuasa tidak boleh tercampur dengan zat lainnya. Misalnya, air liur tersebut tercampur dengan darah atau zat lainnya. Jika hal tersebut terjadi, maka puasa yang dijalankan akan batal.
Air liur yang ditelan belum keluar dari bagian bibir bagian bawah. Artinya, ludah yang ditelan itu berada di dalam mulut lalu ditelan maka tidak membatalkan puasa.
Air liur ditelan seperti biasa maka diperbolehkan.
Hal lain yang tidak diperbolehkan yaitu menampung air liur hingga banyak di dalam mulut setelahnya baru ditelan. Hal tersebut dikatakan dapat membatalkan puasa. Namun, jika tertelannya itu tidak sengaja, maka tidak batal puasa tersebut.
Itu dia penjelasan mengenai menelan ludah atau air liur saat puasa. Pada dasarnya hal tersebut diperbolehkan karena itu merupakan zat yang diproduksi tubuh sendiri serta sulit dihindari. Namun, semua tetap harus mengikuti aturan dan tidak sengaja dikumpulkan untuk ditelan. (*)