Agus Difabel Keluhkan Rutan, Dosen UMM Bicara Pembenahan Fasilitas

Author : Humas | Senin, 20 Januari 2025 09:08 WIB | Detik Jatim - Detik Jatim

Dosen Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Kukuh Dwi Kurniawan (Foto: Dok. Istimewa)

Malang - Kasus pelecehan seksual mahasiswi oleh I Wayan Agus Suartama (22), pria difabel di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), memasuki babak baru. Agus telah menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Kamis (16/1/2025).

Selama ditahan, Agus mengeluhkan kurangnya fasilitas bagi terdakwa difabel di rutan. Melihat kegelisahan tersebut, Dosen Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Kukuh Dwi Kurniawan menyebut bahwa aksesibilitas penjara bagi narapidana disabilitas perlu dibenahi.

Adapun beberapa bangunan penjara di Indonesia merupakan peninggalan sejak penjajahan Belanda. Tempat ini menjadi tempat bagi pelaku tindak kejahatan untuk melakukan penginsafan dan rehabilitasi secara hati dan perbuatannya.

Dosen Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Kukuh Dwi Kurniawan (Foto: Dok. Istimewa)

Malang - Kasus pelecehan seksual mahasiswi oleh I Wayan Agus Suartama (22), pria difabel di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), memasuki babak baru. Agus telah menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Kamis (16/1/2025).

Selama ditahan, Agus mengeluhkan kurangnya fasilitas bagi terdakwa difabel di rutan. Melihat kegelisahan tersebut, Dosen Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Kukuh Dwi Kurniawan menyebut bahwa aksesibilitas penjara bagi narapidana disabilitas perlu dibenahi.

Adapun beberapa bangunan penjara di Indonesia merupakan peninggalan sejak penjajahan Belanda. Tempat ini menjadi tempat bagi pelaku tindak kejahatan untuk melakukan penginsafan dan rehabilitasi secara hati dan perbuatannya.

Setelah keluar dari penjara, tidak menutup kemungkinan mantan napi untuk mendapatkan hukuman sosial di masyarakat.

Untuk itu, rehabilitasi sekaligus pembekalan keterampilan mandiri sangat penting diterapkan oleh Lapas.

Lebih lanjut, Kukuh menekankan bahwa segala perbuatan seseorang akan dimintai pertanggungjawaban sebagaimana asas hukum 'Equality before the law' yakni semua manusia setara atau sama di mata hukum dan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya.

Asas ini mencakup hal-hal seperti kapasitas diri (fisik) seseorang. Meski begitu, bukan berarti disabilitas fisik bisa menjadi salah satu alasan pemaaf, baik di Indonesia maupun hukum global.

"Jadi, pelaku pidana disabilitas tetap dikenai hukuman dan mendapat sanksi yang setara. Maksudnya adalah tidak ada perlakuan khusus dalam hukum pidana terhadap tersangka atau terdakwa penyandang disabilitas, kecuali terdapat alasan pemaaf dan ketika seseorang dalam kondisi darurat," sambungnya.

Pada dasarnya, beberapa Hak Asasi Manusia dirampas oleh negara dengan tujuan memberikan peradilan atas kejahatan yang dilakukan.

Di samping itu, Ia berharap kasus ini tidak terulang di masa depan. Mewujudkan negara yang maju perlu adanya komitmen dan kerjasama dari seluruh elemen, baik pemerintah maupun masyarakat.

(abq/fat)

Sumber: https://www.detik.com/jatim/hukum-dan-kriminal/d-7738542/agus-difabel-keluhkan-rutan-dosen-umm-bicara-pembenahan-fasilitas/amp
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Berita Terpopuler