Mengawal Kesiapan Pendidikan di Era ChatGPT

Author : Humas | Selasa, 11 Juli 2023 04:54 WIB | Harian Bhirawa - Harian Bhirawa

Oleh :
Ani Sri Rahayu
Dosen Civic Hukum dan Trainer P2KK Universitas Muhammadiyah Malang

Belakangan ini, hadirnya ChatGPT masih terus menyita perhatian publik terlebih di ranah sumber daya manusia (SDM) dunia pendidikan Tanah Air. Pasalnya, ChatGPT sebagai bot berbasis teknologi Artificial Intelligence (Kecerdasan Buatan) mampu melakukan percakapan dengan penggunanya secara canggih. Paling mutakhir yang dimaksud di sini adalah chatbot tersebut mampu memberikan jawaban sesuai dengan yang diperintahkan oleh user. Sehingga, sudah semestinya SDM pendidik dan peserta didik meski perlu memiliki kemampuan adaptasi dan kompetensi dalam mensikapi hadirnya ChatGPT tersebut.

Berangkat dari realitas itulah, maka mau tidak mau sektor pendidikan Tanah Air meski merespon secara adaptif, inovatif dan kompetitif. Pasalnya, jika tidak demikian pendidikan akan mengalami regresif atau kemunduran. Padahal, pendidikan di era ChatGPT membutuhkan respon progresif dari SDM pendidik. Dan, melalui rubrik opini di harian inilah penulis mencoba memberikan kontribusi pemikiran, gagasan, ide sekaligus solusi dalam mengawal kesiapan pendidikan di era ChatGPT agar hadirnya era ChatGPT bisa menjadi pematik sekaligus support agar SDM pendidik dan peserta didik bisa lebih bijak dan bisa mewarnai pemanfaatan dan penggunaan ChatGPT secara bijak, arif dan positif.

ChatGPT di Indonesia
ChatGPT OpenAI merupakan teknologi mesin berbasis kecerdasan buatan yang dilatih untuk bisa menirukan percakapan manusia menggunakan teknologi NLP (Natural Language Processing). Pada kenyataannya ChatGPT OpenAI juga dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan suatu tulisan yang cukup ilmiah atau bahkan buku dengan prompt yang dirumuskan di awal dengan teknik yang baik dan efektif. Sehingga peluang inovasi menggunakan teknologi ini terbuka lebar untuk pendidikan di Indonesia.

Salah satunya dalam meningkatkan kemampuan menulis peserta didik di sekolah/kampus untuk meraih enam kompetensi yang dibutuhkan di Era Education 4.0. Enam kompetensi itu adalah berpikir kritis, kolaborasi, komunikasi, kreativitas, pendidikan karakter dan kewarganegaraan. Hasil eksperimen yang dilakukan menggunakan ChatGPT OpenAI dapat menghasilkan suatu tulisan berjumlah 693 kata di mana hasil ini masih bisa dikembangkan lebih lanjut untuk penugasan berikutnya bagi peserta didik. Total waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan eksperimen ini lebih kurang 7 menit, termasuk waktu untuk mendokumentasikan hasil pemprosesan ChatGPT, namun tidak termasuk waktu untuk merumuskan dua prompt yang baik dan efektif sebelum eksperimen dilakukan.

Melalui contoh lain, disaat ChatGPT OpenAI disuruh membuat esai, bot tersebut mampu memberikan jawaban yang sesuai dengan diperintahkan dan membuatnya dengan struktur kata yang baik. Atas keberhasilan ChatGPT yang mampu membuat jawaban dari perintah user dan membuat struktur kata yang baik, teknologi tersebut menjadi ancaman di dunia akademik dikarenakan sering disalahgunakan untuk murid maupun mahasiswa sebagai tools penulisan esai secara instan.

Itu artinya, tulisan yang dihasilkan oleh ChatGPT OpenAI dapat dimanfaatkan untuk memotivasi peserta didik dalam menulis sekaligus meningkatkan kemampuan menulisnya. Untuk itulah, maka SDM pendidik dalam hal ini guru dan dosen perlu memiliki cara yang berbeda. Pasalnya, proses pembelajaran dibutuhkan kompetensi, skill, inovasi dan kreativitas yang menyesuaikan seiring dengan perkembangan dan penggunaan ChatGPT.

ChatGPT akan merubah sistem pendidikan?
Penggunaan ChatGPT OpenAI dalam bidang pendidikan seharusnya perlu untuk diaplikasikan melalui berbagai upaya efektif agar AI bukan saja menjadi penghambat kemajuan pendidikan. Namun, justru mampu menjadi salah satu alat jungkit yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan di negeri ini.Oleh karena itu, penggunaan AI seharusnya perlu untuk diajarkan dan digunakan secara efektif serta konstruktif.

Penggunaan ChatGPT OpenAI perlu menjadi salah satu perhatian yang khusus agar perkembangan teknologi bukan menjadi suatu hambatan bagi pendidikan. Namun, justru bisa menjadi salah satu penopang kemajuan pendidikan di Tanah Air. Selebihnya, untuk lebih mengetahui persepsi publik, khususnya dunia pendidikan mengenai penggunaan ChatGPT, sebuah lembaga penyedia kursus daring (online course) terkemuka, yaitu study.com pada bulan Januari 2023 melakukan survei terhadap 100 pengajar dan 1.000 siswa berusia di atas 18 tahun hasilnya dapat diringkas di kalangan profesor perguruan tinggi, 72% dari mereka mengkhawatirkan para mahasiswanya memanfaatkan ChatGPT untuk mencontek, namun hanya 58% guru sekolah yang khawatir mengenai hal itu. Ada sekitar 34% dari seluruh profesor dan guru itu yang menghendaki pelarangan penggunaan ChatGPT di perguruan tinggi (PT) atau sekolah.

Namun lebih banyak lagi dari mereka (yakni 66%) yang mendukung adanya pemberian akses kepada ChatGPT OpenAI. Sedangkan dikalangan mahasiswa PT, 72% dari mereka mendukung pelarangan akses ke ChatGPT OpenAI di jaringan kampus mereka. Sebanyak 89% siswa mengaku menggunakan ChatGPT untuk menyelesaikan tugas/pekerjaan rumah dari guru mereka. Ada 48% siswa yang menggunakan ChatGPT untuk menyelesaikan tes atau kuis dari rumah, 53% menggunakannya untuk menghasilkan tulisan (esai) dan 22 % memanfaatkannya untuk merancang outline tulisan mereka.

Itu artinya, kehadiran teknologi ChatGPT OpenAI membuka peluang untuk pengembangan kompetensi (skills) peserta didik yang diperlukan di abad ke-21. Terdapat enam kompetensi yang perlu mereka miliki di Era Education 4.0, yaitu berpikir kritis, kolaborasi, komunikasi dan kreativitas ditambah dengan dua kompetensi pendukung lainnya, yakni pendidikan karakter dan kewarganegaraan

Berdasarkan dari pemikiran itulah, maka terlihat jelas bahwa chatGPT OpenAI dapat dimanfaatkan untuk memotivasi pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, pemahaman mengenai ChatGPT OpenAI secara mendalam sangatlah diperlukan dalam bidang pendidikan. Sehingga, hadirnya ChatGPT OpenAI ini jangan lagi dipandang hanya sekadar distopia atau utopia.

Itu artinya, walaupun ChatGPT OpenAI mempunyai dampak negatif untuk dunia akademik, bukan berarti tidak ada hal positif yang bisa dihasilkan. Apabila kita mencari cara untuk memanfaatkan teknologi ini sebaik-baiknya maka teknologi ini tidaklah hanya menjadi ancaman untuk dunia akademik, tetapi bisa mendatangkan hal-hal yang baik.

Sumber: harianbhirawa.co.id/mengawal-kesiapan-pendidikan-di-era-chatgpt/
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Berita Terpopuler