Tingkat Kebahagiaan Penduduk Jawa Timur

Author : Humas | Minggu, 21 Agustus 2022 08:53 WIB | Harian Bhirawa - Harian Bhirawa

Oleh :
Sutawi
Guru Besar Universitas Muhammadiyah Malang

Pembangunan setiap negara bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat. Menurut UU No. 11/2009 tentang Kesejahteraan Masyarakat, kesejahteraan masyarakat adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Evaluasi kesejahteraan sosial dilakukan dengan indikator ekonomi dan indikator non-ekonomi. Indikator ekonomi meliputi pendapatan per kapita, pengangguran, kemiskinan, nilai tukar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi. Saat ini indikator non-ekonomi dipandang lebih penting sebagai penentu kesejahteraan sosial. Empat indikator utama kesejahteraan non-ekonomi adalah kualitas hidup, lingkungan, kesehatan, dan pendidikan.

Pendapatan perkapita merupakan indikator ekonomi untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat pada suatu negara. Pendapatan perkapita adalah total penghasilan negara (Produk Domestik Bruto, PDB) dibagi jumlah penduduk, sehingga diketahui pendapatan rata-rata penduduk. Semakin tinggi pendapatan perkapita suatu negara, berarti masyarakat negara tersebut semakin makmur. Di tingkat propinsi, pendapatan perkapita adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dibagi jumlah penduduk. BPS melaporkan, pendapatan perkapita penduduk Indonesia tahun 2021 sebesar Rp62,2 juta per tahun, meningkat dibanding posisi 2020 sebesar Rp57,3 juta per tahun.

Pendapatan perkapita penduduk Jawa Timur tahun 2021 sebesar Rp60,04 juta, di bawah rata-rata pendapatan penduduk Indonesia, dan menduduki peringkat ke-10 di Indonesia. Dari 10 daftar provinsi dengan PDRB per kapita terbesar, terdapat tiga provinsi dari wilayah Kalimantan dan tiga provinsi dari wilayah Sumatera. Sementara dari wilayah Jawa hanya ada dua provinsi, dan masing-masing ada satu provinsi dari Sulawesi dan Papua. Propinsi DKI Jakarta menduduki peringkat pertama dengan pendapatan perkapita Rp274,71 juta, disusul Kalimantan Timur Rp182,54 juta, Kalimantan Utara Rp155.08 juta, Riau Rp130,13 juta, Riau Rp129,85 juta, Sulawesi Tengah Rp81,73 juta, Papua Barat Rp73,54 juta, Jambi Rp65,19 juta, Kalimantan Tengah Rp62,91 juta, dan Jawa Timur Rp60,04 juta.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM yang diperkenalkan UNDP tahun 1990 menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, dan pendidikan. IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar yaitu umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent standard of living). Ketiga dimensi diukur menggunakan empat indikator yaitu Usia Harapan Hidup (UHH), Harapan Lama Sekolah (HLS), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan pengeluaran per kapita (Purchasing Power Parity, PPP). IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah wilayah dikategorikan maju, berkembang atau terbelakang, dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk). Nilai IPM dibagi menjadi empat kategori: Rendah (IPM < 60), Sedang (60 ? IPM < 70), Tinggi (70 ? IPM < 800 dan Sangat Tinggi (IPM ? 80). BPS mencatat IPM Indonesia tahun 2021 sebesar 72,29, mengalami peningkatan 0,35 poin (0,49%) dibandingkan tahun 2020 sebesar 71,94. Propinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-14 di Indonesia dengan skor IPM 72,14, dan berada di bawah IPM Indonesia. Dari 10 daftar provinsi dengan IPM terbesar, Propinsi DKI Jakarta menduduki peringkat pertama dengan IPM 81,11, disusul DI Yogyakarta 80,22, Kalimantan Timur 76,88, Kepulauan Riau 75,79, Bali 75,69, Sulawesi Utara 73,30, Riau 72,94, Banten 72,72, Sumatera Barat 72,65, dan Jawa Barat 72,45. Sejak tahun 2011, ketika OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) meluncurkan proyek OECD's Better Life Initiative, kesejahteraan tidak lagi menggambarkan kondisi kemakmuran material (welfare atau prosperity), tetapi mengarah kepada konsep kebahagiaan (happiness). Kebahagiaan (happiness) memiliki makna dan cakupan yang tidak hanya terbatas pada kondisi kemakmuran material (welfare atau well-being), tetapi juga pada kondisi kehidupan yang baik (being-well atau good life), dan kondisi kehidupan yang bermakna (meaningful life). Kebahagiaan didefinisikan sebagai kepuasan subjektif terhadap kehidupan seseorang secara keseluruhan (Veenhoven, 2012). Indeks Kebahagiaan (IK) sebagai ukuran pembangunan yang bersifat subjektif ditawarkan untuk melihat persepsi masyarakat, tentang apa yang dirasakan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. IK digunakan untuk menyempurnakan dua kelemahan indikator PDB dan IPM, yaitu tidak mampu menggambarkan tingkat kemakmuran (welfare) ataupun kesejahteraan (well-being) bagi seluruh penduduk secara nyata, serta tidak dapat merefleksikan pemerataan pendapatan bagi semua penduduk suatu. IK mengukur tingkat kebahagiaan penduduk dari 3 (tiga) dimensi kehidupan, yaitu Dimensi Kepuasan Hidup (Life Satisfaction), Dimensi Perasaan (Affect), dan Dimensi Makna Hidup (Eudaimonia). IK dijabarkan menjadi 19 (sembilan belas) indikator: pendidikan dan keterampilan, pekerjaan/usaha/kegiatan utama, pendapatan rumah tangga, kesehatan dan kondisi rumah, fasilitas rumah, keharmonisan keluarga, ketersediaan waktu luang, hubungan sosial, keadaan lingkungan, kondisi keamanan, perasaan senang/riang/gembira, perasaan tidak khawatir/cemas, perasaan tidak tertekan, kemandirian, penguasaan lingkungan, pengembangan diri, hubungan positif, tujuan hidup, dan penerimaan diri. Survei IK di Indonesia telah dilakukan BPS sebanyak tiga kali, yaitu tahun 2014, 2017, dan 2021. IK penduduk Indonesia tahun 2021 sebesar 71,49, meningkat sebesar 0,80 poin dibanding tahun 2017 sebesar 70,69. Propinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-19 di Indonesia dengan skor IK 72,08, dan berada di atas IK Indonesia. Jawa Timur menjadi provinsi paling bahagia di Pulau Jawa. Sebagai perbandingan, IK Provinsi Jawa Tengah sebesar 71,73 poin, Provinsi DI Yogyakarta 71,70 poin, Provinsi DKI Jakarta 70,68 poin, Provinsi Jawa Barat 70,23 poin, dan Provinsi Banten 68,08 poin. Sepuluh provinsi paling bahagia di Indonesia adalah: Maluku Utara 76,34, Kalimantan Utara 76,33, Maluku 76,28, Jambi 75,17, Sulawesi Utara 74,96, Kepulauan Riau 74,78, Gorontalo 74,77, Papua Barat 74,52, Sulawesi Tengah 74,46, dan Sulawesi Tenggara 73,98. Hasil survei Indeks Kehagiaan ini membuktikan fenomena Easterlin Paradox bahwa kebahagiaan penduduk tidak berhubungan secara signifikan dengan pendapatan (Easterlin, 1974). Provinsi DKI Jakarta memiliki pendapatan perkapita dan IPM tertinggi di Indonesia, tetapi menduduki ranking ke-27 dalam daftar IK Indonesia. Sementara itu, Provinsi Maluku Utara yang memiliki pendapatan perkapita dan IPM rendah, justru menduduki ranking pertama IK Indonesia. Hasil survei BPS juga membuktikan bahwa beberapa provinsi yang tercatat memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi, ternyata memiliki IK yang relatif tinggi. Kemiskinan Jawa Timur (10,59%) lebih tinggi daripada DKI Jakarta (4,67%), tetapi IK Jawa Timur (72,08) lebih tinggi daripada DKI Jakarta (70,68). Kebahagiaan subyektif tidak selalu berkaitan dengan status ekonomi. Ada banyak cara dalam menemukan kebahagiaan yang tidak selalu berhubungan dengan pendapatan.

Sumber: https://www.harianbhirawa.co.id/tingkat-kebahagiaan-penduduk-jawa-timur/
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Berita Terpopuler