Malang, IDN Times - Universitas Muhammadiyah Malang menganugerahkan gelar Dokotor Honoris Causa kepada Duta Besar Luar Biasa RI untuk Kolombia, Antigua, Barbuda dan Saint Cristopher and Nevis, Priyo Iswanto. Upacara penganugerahan sendiri dilakukan di DOME UMM, Sabtu (30/1/2021).
Penganugerahan doktor honoris causa itu diberikan keada Priyo Iswanto untuk keberhasilannya di bidang ilmu sosial, dalam bidang etika diplomasi. Surat penetapan sudah dikeluarkan pada 7 Desember 2020 lalu dan ditandatangani langsung oleh rektor UMM, Fauzan.
Rektor UMM, Fauzan menerangkan bahwa Priyo Iswanto patut dan layak menyandang gelar doktor berkat kapasitas intelektual dan keberhasilannya dalam menjalankan diplomasi. Salah satunya adalah peran dan strategis dalam upayanya meminimalisasi tuduhan dunia akan sustainability industri sawit.
“Pemberian anugerah gelar doktor honoris causa terhadap peran anak bangsa ini juga merupakan bagian dari tanggung jawab moral kebangsaan yang dimiliki oleh UMM. Gelar ini juga menjadi rekognisi akademik yang harus dimaknai untuk memainkan peran hidup yang bermanfaat bagi bangsa dan negara,” terangnya Sabtu (30/1/2021).
Sementara itu, dalam orasi ilmiahnya, Priyo menjelaskan terkait strategi meningkatkan reputasi kelapa sawit, khususnya dari perspektif tujuan pembangunan dan berkelanjutan (SDGs) plus. Ia menerangkan bahwa kelapa sawit bisa dilihat dan dipahami melalui empat dimensi yang ada, yakni dimensi ekonomi, sosial, lingkungan serta moral. Dari aspek ekonomi misalnya, kelapa sawit dinilai menjadi faktor penting dalam menekan angka kemiskinan dan mengurangi kelaparan. Selain itu juga bisa mendukung pertumbuhan ekonomi dan penciptaan pekerjaan yang layak.
Baca Juga: IPB Beri Gelar Doktor Honoris Causa pada Doni Monardo Atas Dedikasinya
Satu hal yang menarik, Priyo menambahjan bahwa kelapa sawit juga mampu membantu mengurangi kesenjangan sosial antara penduduk kota dan desa. Menjamin kualitas dan standar kehidupan yang lebih baik. Namun tak bisa dimungkiri bahwa kelapa sawit juga tidak lepas dari tuduhan negative. Padahal, faktanya kelapa sawit memerlukan lahan yang lebih hemat ketimbang kedelai maupun kanola. Kelapa sawit juga menyumbang emisi gas karbondioksida yang lebih rendah yakni hanya 5 persen.
“Menurut data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sait Indonesia (GAPKI), kelapa sawit justru menyerap 161 ton karbondioksida dan menghasilkan oksigen sebanyak 18,7 ton/ha per tahun,” katanya.
Sebagai Dubes RI untuk Kolombia, pria kelahiran Kudus ini juga telah mendorong Kolombia untuk menjadi anggota Dewan Negara Produsen Sawit (CPOPC). Bergabungnya Kolombia tersebut nyatanya memberikan angin segar dan bahkan mampu memperkuat CPOPC, utamanya untuk melawan kampanye hitam terhadap komoditas minyak sawit dunia. Selain itu, meskipunsaat ini sudah terjalin kesepakatan antara ASEAN dan Uni Eropa tentang isu kelapa sawit yang dikaitkan SDGs. Nuatanya kampanye positif penghasil kepala sawit masih harus terus dilakukan.
"Harapannya, publik bisa semakin percaya bahwa komoditas ini sebenarnya memiliki banyak nilai positif dan manfaat," tandas Priyo.