Eks napiter kasus bom Bali, Ali Fauzi, menyelesaikan pendidikan S3 di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). (Foto: Avirista Midaada)
MALANG, iNews.id - Mantan napi teroris (napiter) kasus bom Bali, Ali Fauzi, menyelesaikan pendidikan S3 di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Ali menyelesaikan disertasi pada program doktor Pendidikan Agama Islam pada Selasa (17/1/2023).
Ali Fauzi merampungkan tugas akhir bertajuk "Edukasi Moderasi Beragama Bagi Para Mantan Napiter". Menurut dia, tugas akhirnya berfokus pada subjek kehidupan eks napiter, mulai dari proses perekrutan, radikalisasi, hingga aksi berupa penembakan dan pengeboman.
Dia menilai, pemahaman Islam mereka tidak sesuai dengan konteks Indonesia dan telah menenggelamkan mereka ke gerakan radikalisme fundamental yang berujung pada terorisme.
“Namun kini para napiter telah menyadari kesalahan mereka yang telah melakukan tindakan merugikan pihak lain dan mengakhirinya,” kata Ali Fauzi saat ditemui di UMM.
Dia mengatakan, moderasi beragama membuat mereka membuka pikiran dan sadar, terutama akan hak-hak orang lain yang berbeda pemahaman maupun agama di Indonesia. Pemaknaan Islam secara moderat dan humanis, kata dia, telah menenangkan batin para mantan napiter.
Ali pun kini memiliki yayasan yang bernama Yayasan Lingkar Perdamaian. Yayasan ini bertujuan untuk membawa pulang mantan napiter ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), memberikan pembinaan selama di lembaga pemasyarakatan (lapas), serta memberdayakan mereka melalui berbagai pelatihan.
"Bahkan kami juga memberikan bantuan pendidikan bagi anak-anaknya dan juga para janda yang ditinggal suaminya," ucapnya.
Ali mengaku selama menempuh pendidikan di UMM ada banyak hal yang didapatnya, mulai dari dari sisi akademik, sisi teladan, hingga teman diskusi yang baik. Terlebih, menurutnya, UMM juga menganut paham Islam yang berwawasan tamaddun, wasathiyah, dan moderat.
Sementara itu, Direktur Program Pascasarjana UMM Akhsanul In’am mengapresiasi disertasi yang disusun oleh Ali Fauzi. Hal itu tak lepas dari pembahasan terkait moderasi beragama. Baginya, kajian tersebut sangat penting untuk dibahas serta dibagikan ke masyarakat.
“Dalam beragama, sebisa mungkin kita menjadi orang baik dengan tidak terlalu ke kiri dan tidak terlalu ke kanan,” kata In'am.
In’am menyampaikan, UMM selalu memberi kesempatan bagi siapapun untuk belajar dan berubah menjadi pribadi yang lebih baik, tak terkecuali mantan teroris seperti Ali Fauzi. Sebab, menurutnya, UMM dapat memberi wawasan yang luas dan pengerahuan sesungguhnya dalam beragama.
“Seperti kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Pak Haidar Nasir, bahwa kita harus mengambil jalan tengah. Tidak terlalu ke kiri dan tidak terlalu ke kanan,” kata dia.
Selain Ali, sebelumnya ada mahasiswa non-muslim dari Australia yang mengambil S3 di Pendidikan Agama Islam. Hal itu membuktikan tingkat inklusivitas UMM yang tinggi. Itu juga upaya Kampus Putih untuk menyiarkan masyarakat Islam yang diajarkan merupakan agama yang menyejukkan.
“Sekarang Pak Fauzi bergelut di Muhammadiyah dan dapat aroma parfumnya. Kalau dulu bergelut dengan pandai besi dan kena percikan api, sekarang dapat bau parfum, terutama dari UMM. Jadi, siapapun boleh belajar Islam di sini, selama niatnya adalah berubah menjadi lebih baik. Faktanya, Pak Ali kini memiliki yayasan yang mengedepankan moderasi beragama,” ujarnya.
Editor : Rizky Agustian