2025 Disambut PPN 12 Persen, Akademisi : Perlu Kebijakan Pendamping

Author : Humas | Senin, 30 Desember 2024 09:41 WIB | Jatim Times - Jatim Times

Sri Wahyudi S, Dosen Ekonomi Pembangunan kampus UMM (ist)

JATIMTIMES -  Tahun 2025 telah di depan mata. Masyarakat Indonesia bakal disambut dengan isu kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen, dimana sebelumnya hanya 11 persen. Kenaikan ini memicu kegelisahan atau kegundahan masyarakat.

Kenaikan PPN tentunya akan berimbas pada berbagai sektor kebutuhan pokok masyarakat yang akan mengalami kenaikan harga per 1 Januari 2025. 

Baca Juga : 7 Pengobatan untuk Batuk Pilek dengan Ramuan Herbal yang Terbukti Efektif

 

Banyak pihak telah mencurahkan kegelisahan ini di berbagai platform media sosial. Melihat hal ini, Sri Wahyudi S, S.E., M.E dosen Ekonomi Pembangunan dari kampus UMM turut berkomentar.

Dikatakannya, bahwa dampak kenaikan PPN ini tentunya berimbas pada penurunan daya beli masyarakat dan bahkan menimbulkan pergeseran budaya konsumsi masyarakat. Kebijakan ini akan memiliki dampak bergilir pada masyarakat dengan kelas ekonomi menengah atas dan kalangan atas. 

Untuk itu, PPN 12 persen sementara hanya berlaku pada barang pokok dan jasa kategori premium (mewah), serta pelayanan golongan VIP. Meski begitu, rasa was-was tentunya juga terjadi, dimana dikhawatirkan sektor produk makanan dan minuman olahan kemasan yang menggunakan barang-barang pokok premium turut terkena imbas kenaikan harga.

"Meskipun kebijakan PPN 12 persen ini berdampak besar pada golongan menengah ke atas, tidak menutup kemungkinan masyarakat menengah ke bawah juga terkena imbasnya. Hal itu dikarenakan potensi efek pergeseran budaya beli yang beralih ke produk barang atau jasa kategori non-premium," sambungnya.

Memang, secara obyektif, penerapan kebijakan ini menjadi upaya pemerintah dalam mendukung percepatan pembangunan nasional infrastuktur negara dan menjaga keseimbangan fiskal negara.
Menurutnya, percepatan pembangunan infrastruktur ini merupakan suatu keharusan tindakan pemerintah dalam meningkatkan hilirisasi efisiensi dan perekonomian logistik seluruh wilayah Indonesia. 

Meski dinilai ampuh menaikkan pemasukan negara, menurut Yudi, pemerintah juga harus memperhatikan sektor rentan. 

Untuk itu, menurut Yudi perlu ada sebuah kebijakan pendamping yang menjadi penyeimbang dalam menjaga kesejahteraan sosial seluruh masyarakat. Sebagai negara demokrasi, perlu adanya intervensi pemerintah terhadap sektor-sektor rentan terdampak kebijakan ini.

Sri Wahyudi S, Dosen Ekonomi Pembangunan kampus UMM (ist)

JATIMTIMES -  Tahun 2025 telah di depan mata. Masyarakat Indonesia bakal disambut dengan isu kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen, dimana sebelumnya hanya 11 persen. Kenaikan ini memicu kegelisahan atau kegundahan masyarakat.

Kenaikan PPN tentunya akan berimbas pada berbagai sektor kebutuhan pokok masyarakat yang akan mengalami kenaikan harga per 1 Januari 2025. 

Baca Juga : 7 Pengobatan untuk Batuk Pilek dengan Ramuan Herbal yang Terbukti Efektif

 

Banyak pihak telah mencurahkan kegelisahan ini di berbagai platform media sosial. Melihat hal ini, Sri Wahyudi S, S.E., M.E dosen Ekonomi Pembangunan dari kampus UMM turut berkomentar.

Dikatakannya, bahwa dampak kenaikan PPN ini tentunya berimbas pada penurunan daya beli masyarakat dan bahkan menimbulkan pergeseran budaya konsumsi masyarakat. Kebijakan ini akan memiliki dampak bergilir pada masyarakat dengan kelas ekonomi menengah atas dan kalangan atas. 

Untuk itu, PPN 12 persen sementara hanya berlaku pada barang pokok dan jasa kategori premium (mewah), serta pelayanan golongan VIP. Meski begitu, rasa was-was tentunya juga terjadi, dimana dikhawatirkan sektor produk makanan dan minuman olahan kemasan yang menggunakan barang-barang pokok premium turut terkena imbas kenaikan harga.

"Meskipun kebijakan PPN 12 persen ini berdampak besar pada golongan menengah ke atas, tidak menutup kemungkinan masyarakat menengah ke bawah juga terkena imbasnya. Hal itu dikarenakan potensi efek pergeseran budaya beli yang beralih ke produk barang atau jasa kategori non-premium," sambungnya.

Memang, secara obyektif, penerapan kebijakan ini menjadi upaya pemerintah dalam mendukung percepatan pembangunan nasional infrastuktur negara dan menjaga keseimbangan fiskal negara.
Menurutnya, percepatan pembangunan infrastruktur ini merupakan suatu keharusan tindakan pemerintah dalam meningkatkan hilirisasi efisiensi dan perekonomian logistik seluruh wilayah Indonesia. 

Meski dinilai ampuh menaikkan pemasukan negara, menurut Yudi, pemerintah juga harus memperhatikan sektor rentan. 

Untuk itu, menurut Yudi perlu ada sebuah kebijakan pendamping yang menjadi penyeimbang dalam menjaga kesejahteraan sosial seluruh masyarakat. Sebagai negara demokrasi, perlu adanya intervensi pemerintah terhadap sektor-sektor rentan terdampak kebijakan ini.

Sumber: https://www.jatimtimes.com/amp/baca/328322/20241227/062100/2025-disambut-ppn-12-persen-akademisi-perlu-kebijakan-pendamping
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Berita Terpopuler