JawaPos.com - Bagi perempuan terutama kalangangan ibu-ibu, pastinya tidak lepas dari aktivitas memasak meskipun mereka sedang melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan. Sekalipun sedang berpuasa, masakan yang dibuat harus tetap enak di lidah dengan komposisi bumbu yang tepat.
Jangan sampai makanan yang dibuat untuk keluarga yang sedang berpuasa malah keasinan, kurang asin, dan sejenisnya. Karena apabila hal itu terjadi, kenikmatan berbuka puasa dipastikan akan berkurang.
Untuk mendapatkan cita rasa yang tepat, tentu diperlukan mencicipi makanan untuk memastikannya. Bagaimana hukum icip icip makanan padahal sedang berpuasa?
Terkait pertanyaan tersebut di atas, JawaPos.com meminta pandangan hukum terhadap Ahda Bina Afianto, Dosen Tetap pada Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang. Berikut ulasannya
Orang masak tentu harus berhati-hati. Jangan sampai masakannya kurang manis ataupun terlalu manis. Kurang asin, maupun terlalu asin. Jika ada bumbu yang kurang, bisa segera ditambahkan. Bila kebanyakan, masih ada kesempatan untuk menetralisirnya.
Oleh karena itu, mencicipi makanan merupakan suatu kebutuhan yang mendesak bagi orang yang sedang masak. Adapun bagi orang yang tidak sedang masak, maka mencicipi masakan itu bukan suatu kebutuhan yang mendesak. Kecuali bila diminta oleh orang yang sedang masak. Maka dia memiliki kedudukan yang sama dengan orang yang sedang masak. Dia punya argumen untuk melakukannya.
Orang yang sedang puasa itu hukumnya boleh memasukkan sesuatu ke dalam mulut, apabila ada kebutuhan tertentu. Misalnya: berkumur, gosok gigi atau bersiwak, termasuk mencicipi masakan bagi orang yang sedang memasak. Puasanya tidak batal.
Puasa hanya batal apabila dia sengaja menelannya. Menelan air yang dia gunakan untuk berkumur, baik sedikit maupun banyak.
Demikian pula puasa batal apabila dia sengaja menelan masakan yang dicicipi. Baik sedikit maupun banyak. Bila tidak sengaja, maka puasanya tidak batal. Adapun bagi orang yang tidak ada kebutuhan, maka memasukkan sesuatu ke dalam mulut ketika sedang berpuasa itu hukumnya makruh. Sebaiknya dihindari. Seperti menggigit-gigit batang pensil, ujung kuku ataupun jari. Sebisa mungkin dihindari. Tidak batal, namun sebaiknya dihindari alias makruh.
Kesimpulan
Islam adalah agama yang penuh dengan kemudahan. Rahmatan lil ‘alamin. Selama ada kebutuhan yang mendesak, dan tidak ada niat untuk mempermainkan hukum, maka di situ selalu ada kemudahan. Bahkan dalam kondisi tertentu, hukum bisa berbalik arah. Apa yang semula haram bisa menjadi halal. Dan sebaliknya, apa yang halal bisa menjadi haram. Tergantung kepada situasi dan tujuan orang yang melakukannya.
Oleh karena itu, kita tidak perlu takut apalagi anti dengan istilah fikih, syariat Islam, ataupun hukum Islam. Bagi orang yang tidak paham, termasuk orang yang sudah beragama Islam, hukum Islam itu merupakan musuh dan masalah baginya. Lebih-lebih bagi orang yang tidak beragama Islam. Untuk itu, hendaknya kita selalu meningkatkan kualitas ilmu dan pengetahuan, khususnya berkaitan dengan ilmu keislaman.