Ilustrasi Ramadan 1444H.(Dimas Pradipta/JawaPos.com)
JawaPos.com - Mengenalkan anak berpuasa sangat penting meski belum waktunya. Hal ini supaya mereka memahami apa itu puasa dan hal-hal terkait dengannya.
Seperti halnya salat, ibadah puasa penting dikenalkan meski si anak belum ada kewajiban untuk melaksanakannya. Tujuannya supaya ketika mereka sudah mukallaf (sudah dibebani kewajiban dan larangan), maka si anak dapat mengerjakan perintah Allah dengan baik.
Pertanyaannya kemudian, kapan sebaiknya mengenalkan ibadah puasa ke anak ?
Terkait pertanyan tersebut, JawaPos.com meminta pandangan kepada Muhammad Arif Zuhri, Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang yang juga merupakan alumni Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Berikut penjelasannya.
Saya kira ada tiga tahapan dalam mengajarkan anak berpuasa.
Pertama, tahap pengenalan. Untuk mengenalkan anak tentang puasa, bisa dimulai ketika usia Kelompok Bermain (KB) atau Taman Kanak-Kanak (TK). Ini kira-kira usia 4 , 5 atau 6 tahun. Bisa dimulai dengan menceritakan hukum puasa, bagaimana pelaksanaan puasa, tujuan dan fungsi puasa, diajak latihan sahur, diajak melakukan puasa meski masih puasa "bedug" (puasa setengah hari atau mungkin kisaran beberapa jam sesuai kemampuan anak), diajak berbuka bersama, dan lain-lainnya.
Tahapan kedua, dapat dimulai ketika anak menginjak usia 7 tahun atau kelas 1 Sekolah Dasar. Pada usia ini anak sudah bisa diajarkan untuk berpuasa penuh. Namun tentu sesuai kemampuan anak. Ketika anak sudah tidak kuat, maka anak diberikan keleluasaan untuk berbuka dan kemudian diminta untuk melanjutkan puasanya lagi. Begitu seterusnya hingga maghrib tiba.
Tahapan ketiga adalah ketika anak berusia 10 tahun dan belum baligh. Pada tahap ini anak sudah dapat diperkuat dan dipertegas untuk berpuasa penuh seharian. Diajarkan untuk disiplin makan sahur, diberikan motivasi untuk berpuasa hingga maghrib tiba. Jika anak tidak ada udzur syari (alasan yang dibolehkan syariat tidak berpuasa) dan ia enggan berpuasa, maka anak dapat diberi sanksi yang mendidik.
Tahapan kedua dan ketiga ini dapat disamakan dengan pesan Rasulullah dalam mengajarkan anak untuk shalat. Rasulullah saw. bersabda:
عَلِّمُوا الصَّبِيَّ الصَّلَاةَ لِسَبْع سِنِيْنَ واضْرِبُوهُ عَلَيْهَا ابْنَ عَشْرِ سِنِيْنَ
"Ajarkanlah anak untuk salat pada usia tujuh (7) tahun. Dan berilah hukuman (yang mendidik) jika anak tidak salat ketika ia berusia sepuluh (10) tahun".
Jika anak sudah menginjak usia baligh (perempuan dapat ditandai dengan haid dan laki-laki ditandai dengan mimpi basah) maka anak sudah wajib berpuasa penuh. Orang tua sudah harus memberikan pemahaman kepada anak bahwa ia sudah tidak boleh meninggalkan puasa kecuali karena ada udzur syari (kendala yang dibolehkan oleh syariat) seperti sakit, dalam perjalanan (musafir), atau ketika sedang haid. Dan nantinya harus diganti pada waktu lain di luar bulan ramadhan. Jika anak tidak mau berpuasa, orang tua dapat memberikan sanksi yang mendidik kepada anak agar ia tidak melanggar syariat yang telah diwajibkan.
Jika anak sudah dilatih sejak usia dini oleh orang tua dengan penuh kasih sayang, insya Allah ia akan terbiasa untuk melaksanakan syariat puasa.
Semoga Allah memberikan kepada kita dzuriat atau keturunan yang salih dan salihah. Amin.