MALANG- Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan rekomendasi yang cukup ekstrem terkait dengan hukum bunga bank. Berdasar kesimpulan yang diambil dalam sidang pleno munas tarjih ke-27 di aula BAU Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) kemarin (3/4), diputuskan hukum bunga bank konvensional haram.
Hukum haram itu tak hanya berlaku untuk bank pemerintah, tapi juga bank yang dikelola swasta. "Kesimpulan kami, bunga bank itu riba. Hukum riba adalah haram," tegas Ki Ageng Abdul Fattah Wibisono, wakil sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, di UMM kemarin.
Ki Ageng lantas menjelaskan dasar kajian yang digunakan oleh majelis tarjih dan tajdid, yakni sifat bunga bank mirip dengan riba. Menurut dia, ada tiga sifat tersebut. Pertama, ada tambahan sebagai imbalan karena mendapatkan modal dalam waktu tertentu. Kedua, ada perjanjian yang mengikat. Ketiga, penikmat transaksi di bank tersebut hanya pemilik modal. "Kami menilai, ada tirani (dzulmun, Red) antara pemilik modal dan nasabah," ungkap pria asal Lamongan tersebut.
Keputusan itu sebenarnya bukan hal baru di Persyarikatan Muhammadiyah. Pada 1968, saat muktamar tarjih (kini munas) di Sidoarjo, Muhammadiyah mengeluarkan keputusan bunga bank haram.
Namun, yang diharamkan saat itu hanya bunga bank konvensional milik swasta. Sementara itu, bunga bank pemerintah masih masuk kategori mutasyabihat (hukumnya mengambang). Sebab, hasilnya kala itu dinilai lebih digunakan untuk pembangunan negara. Misalnya membangun jalan serta membuat rumah sakit, sekolah, dan fasilitas publik.
Di pihak lain, keuntungan bank swasta hanya dinikmati segelintir orang, yakni para pemilik modal bank. "Sekarang ini kan beda. Sejak era reformasi, ada kebijakan privatisasi bank pemerintah. Dengan demikian, pemegang saham mayoritas di bank pemerintah pun swasta," ungkap Ki Ageng.
Sebagai solusi keputusan haram tersebut, majelis tarjih mengimbau agar umat Islam pindah ke bank yang menggunakan sistem syariah. Sebab, berdasar pemahaman majelis tarjih, sistem syariah tak mengandung unsur riba. Hanya, penerapan hukum itu tak bisa serta-merta. Majelis tarjih memahami bahwa belum semua bank syariah di tanah air menjangkau hingga kecamatan. "Sementara, masih diberikan pilihan untuk memanfaatkan bank konvensional dan syariah. Namun, ke depan semua wajib ke bank syariah," imbuh dia. (abm/jpnn/c11/agm)