Prof Jung Gi Young PhD mengisi materi secara daring di Basement Dome Universitas Muhammadiyah Malang. (Humas UMM/KLIKMU.CO)
KLIKMU.CO – Satu hal yang dianggap penting dalam membentuk suatu komunitas internasional adalah citizenship dan multikulturalisme. Begitu petuah yang disampaikan oleh Prof Jung Gi Young PhD dalam kegiatan Lecture Series bertemakan Multiculturalism for the Human Develompment in Asian Community.
Kajian itu dilaksanakan di Basement Dome Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Jung Gu Young merupakan guru besar sekaligus mantan rektor Busan University of Foreign Studies.
Kegiatan tersebut merupakan hasil kolaborasi antara Pusat Studi ASEAN (PSA) UMM dengan Eurasia Foundation dan akan berlangsung dari September hingga Desember 2022 mendatang. Total ada 400 lebih mahasiswa yang turut serta dan menghadirkan 16 pembicara yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Jun Gi Young menjelaskan bagaimana cara hidup di era global saat ini dan ke depan. Ada beberapa kunci yang harus diperhatikan. Pertama adalah semangat dalam menghadapi beragam tantangan. Kemudian hal lain yang tidak kalah penting ialah penguasaan bahasa asing.
“Meskipun ada orang yang mengklaim dirinya sebagai global, tapi kalau tidak bisa berbahasa asing belum bisa dikatakan hidup di zaman global. Maka, tidak ada jalan lain kecuali menyiapkan SDM yang memahami dan mampu menggunakan bahasa asing,” ujar rektor ke-9 Busan University of Foreign Studies itu.
Baginya, spirit global bukan hanya tentang mengetahui keberagaman yang luas, tetapi bagaimana bisa merespon perbedaan. Selain itu juga kemampuan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mampu menciptakan sinergisitas lintas budaya.
“Jadi bisa disimpulkan bahwa semangat mengadapi tantangan, kemampuan berkomunikasi, merespon perbedaan dan sinergisitas budaya menjadi aspek penting untuk mengarungi hidup di zaman global,” tegasnya.
Ia juga sempat memberi kiat untuk menumbuhkan kekuatan global, salah satunya dengan bertemu orang baru. Melalui perkenalan, manusia bisa mengetahui budaya, bahasa dan pengetahuan baru. “Kedua adalah membaca buku baru yang akan membuatmu mengalami perubahan signifikan. Dan terakhir, menemukan daerah baru. Dengan wisata, kita akan mengalami banyak pemikiran dan wawasan,” ungkapnya
Di sisi lain, hadir pula Prof Dr Syamsul Arifin MSi yang menjelaskan tentang multikulturalisme. Menurutnya, Indonesia sangat kaya akan keberagaman, terutama dalam agama. Namun fakta yang sering terjadi justru banyaknya konflik antar umat beragama. Padahal seharusnya hal itu tidak terjadi dan bisa lebih harmonis.
“Itu sebabnya, penting melakukan mainstreaming multikulturalisme. Mainstreaming multikulturalisme merupakan strategi membangun dan mengembangkan sikap saling menghormati satu sama lain terhadap perbedaan dan kemajemukan yang ada. Salah satu tujuannya yakni menghindari konflik dan menciptakan perdamaian dalam masyarakat,” ujarnya.
Menurut Wakil Rektor I UMM itu, perdamaian lahir dari pikiran. Inti dari multikulturalisme adalah rekognisi, yaitu mengakui eksistensi orang lain dan memberikan ruang kepada orang lain. Utamanya untuk mengekspresikan ataupun mengartikulasikan dalam beragama. (Wildan/AS)