KOMPAS.com - Dari banyaknya negara di dunia yang kaya raya, Kuwait termasuk negara yang disebut-sebut banyak orang sebagai salah satu negara terkaya. Siapapun pasti ingin bekerja di negara-negara seperti ini. Sebab, selain menawarkan gaji fantastis, pastinya banyak fasilitas yang memudahkan pekerja. Lalu, bagaimana caranya bisa bekerja di Kuwait? Shanti Kuswandari, alumnus D3 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) punya jawabannya. Ia sukses meniti karir di Kuwait sebagai staf kesehatan rumah sakit Mubarak Al kabeer di intensive care unit (ICU).
Shanti, sapaan akrabnya, mengaku bahwa bisa bekerja di Kuwait haruslah memilih kampus yang mendukung karir mahasiswanya selepas lulus. Ia mengatakan, UMM memiliki peran yang signifikan dalam perjalanan karirnya. Salah satunya yakni motivasi yang senantiasa disuntikkan kepada para mahasiswa. Ia ingat, saat itu ada seorang dosen yang sempat bekerja di luar negeri. Ia bercerita bahwa pendapatan yang diterima sangatlah besar jika mampu bekerja di negara-negara maju. “Hal itu membuka hati dan membuat saya memantapkan hati bahwa kelak saya harus bisa berkarir di dunia mancanagera. Saya harus mimpi besar,” tambahnya, dikutip dari rilis UMM. Baca juga: Tips Hindari Investasi Bodong dari Dosen UMM Dukungan dan bimbingan juga ia dapatkan dari pihak kampus. Begitupun dengan bekal ilmu agama yang mumpuni sehingga tidak hanya memiliki kemampuan profesi saja, tapi juga kebaikan diri yang bagus.
Adapun sebelum berkarya di Kuwait, Shanti sempat bekerja di RSI Aisyiyah Malang sembari mencari info kerja di luar negeri. Pada tahun 2001, wanita asli Malang ini mencoba ikut beberapa program untuk bisa berkarya di luar negeri. Ia harus turut mempelajari kemampuan bahasa Inggris serta skill keperawatan. Hingga akhirnya sukses berngkat ke Kuwait pada 2004. Kehidupan di Kuwait sedikit banyak mengubah hidup Shanti. Baik dari aspek finansial, pendidikan serta sisi religiusitasnya. Menurutnya, banyak pengalaman hidup baru yang belum pernah ia rasakan di Tanah Air. Meski begitu, ia juga harus menghadapi banyak tantangan. Mulai dari perbedaan budaya, makanan, adaptasi kultur bekerja dan lainnya. Beruntung, Shanti dikelilingi oleh teman dan staf rumah sakit yang mau membantu di kala ia kesusahan. Ia berpesan agar para mahasiswa dapat sedini mungkin mempersiapkan diri jika ingin berkarya di luar negeri.
Pertama yakni mempelajari kemampuan bahasa Asing, utamanya bahasa Inggris. Kalaupun memilih Kuwait sebagai negara tujuan, bahasa Inggris masih menjadi pilihan pertama karena kebanyakan masyarakat dalam berkomunikasi tidak menggunakan bahasa Arab. “Terus belajar dan jangan cepat puas. Menurut saya teman-teman mahasiswa sekarang bisa lebih mudah dengan adanya training center milik UMM. Tidak hanya Kuwait saja, tapi juga ada pilihan negara lain yang bisa dicoba seperti Jepang. Memang butuh waktu untuk mengikuti pelatihan, tapi percayalah hal itu tidak akan sia-sia,” pungkasnya.