JAKARTA - Di dalam parpol sebenarnya banyak kalangan profesional yang memiliki keahlian khusus, baik di struktur kepengurusan maupun di luar struktur. Jika parpol memiliki sistem seleksi yang bagus dalam proses pendelegasian kader partai yang akan menjadi menteri, itu akan sangat membantu Presiden dalam membangun kabinet ahli. Sayangnya, tak ada partai di Indonesia yang memunyai mekanisme seleksi itu.
"Persoalan sekarang ini adalah bagaimana parpol menetapkan standar untuk seleksi atau memilih orang profesional bila diberi kesempatan menduduki kabinet. Bukan otomatis ketua umum parpol yang harus mengisi kabinet. Itu kan hanya menimbulkan kesan bahwa jadi ketua umum itu jalan tol menuju menteri," kata peneliti Charta Politika, Arya Fernandez, di Jakarta, Jumat (30/9).
Selama ini, proses seleksi kader parpol selalu mentok pada pertimbangan bahwa yang menjadi menteri adalah ketua umum parpol. Karena jatah menteri sering diprioritaskan pertama kali untuk ketua umum parpol, kerap kali pula masalah kapasitas dan keahlian diabaikan. Banyak ketua umum partai yang dipaksakan menjadi menteri, padahal dari sisi kapasitas tak memadai.
"Parpol kita tidak punya mekanisme seleksi dan tak punya standar. Maka, tak heran, wajah kabinet menjadi begitu politis," kata Arya.
Jika elite-elite parpol mengklaim lembaga yang dipimpinnya sebagai partai modern, mestinya mereka punya standar penilaian bagi kadernya yang akan diproyeksikan sebagai menteri.
Pernyataan senada diungkapkan pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Muhajir Effendi. Kriteria pengangkatan seseorang menjadi menteri selama ini tidak menggunakan kriteria yang objektif atau bisa diukur, melainkan berdasarkan komitmen politik dengan para pendukung presiden terpilih. Rektor UMM itu mengemukakan pengangkatan seseorang menjadi menteri selama ini tidak didasarkan pada profesionalisme atau prestasi yang telah dicapai seseorang sesuai bidang yang diamanahkan kepadanya.
"Paling tidak, kriteria objektif yang menjadi landasan atau acuan untuk menentukan seorang menjadi menteri itu ada empat, yakni prestasi, dedikasi, loyalitas, profesional, dan tidak tercela (bersih)," tegas Muhajir.
Perombakan menteri yang dijanjikan Presiden pada Oktober ini seharusnya menjadi momentum untuk memilih anggota kabinet yang memenuhi kriteria objektif di atas.
Didukung Rakyat
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, berharap Presiden tak lagi mempertimbangkan kepentingan politis dalam merombak kabinet. "Pada prinsipnya kabinet menjadi efektif kalau tidak lagi mengutamakan pertimbangan menteri dari partai politik," kata Arbi.
Arbi melihat selama ini menteri dari partai politik banyak yang kurang kompetitif dalam melaksanakan tugas. Dia mencontohkan kinerja Kementerian Koordinasi Perekonomian dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pos kementerian itu sangat penting, namun karena diisi orang partai, pengelolaannya menjadi tidak optimal.
"Terkadang koordinasi di antara para menteri juga tidak bagus, terutama menteri yang berasal dari partai," katanya.
Ketika menyingkirkan orang-orang partai, Presiden, menurut Arbi, pasti akan mendapatkan tekanan dari DPR. Namun, situasi tersebut jauh lebih terhormat karena Presiden lebih mementingkan menteri yang kompeten dibandingkan hanya mengakomodasi orang-orang partai.
"Toh, sekarang pun ketika Presiden mengakomodasi orang-orang partai, tetap saja DPR terus menyerang. Jadi apa bedanya? Jika Presiden bisa menyingkirkan orang-orang partai, saya yakin rakyat akan mendukung langkah itu," tegas Arbi.
Di tempat terpisah, Kepala Unit Kerja Presiden untuk Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto menyatakan penilaian terakhir para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II dilakukan 5 Oktober 2011. Penilaian tersebut merupakan evaluasi rutin yang dilakukan oleh UKP4 terhadap para menteri setiap tiga bulan sekali.
"Tanggal terakhir dari evaluasi kinerja itu 5 Oktober. Beberapa hari setelah itu, semua akan dilaporkan kepada Bapak Presiden," ujar Kuntoro di Jakarta.
Namun, Kuntoro tidak bisa memastikan apakah perombakan kabinet yang dijanjikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dengan demikian, baru bisa dilakukan setelah 5 Oktober 2011. "Saya tidak mengatakan begitu. Saya mengatakan bahwa laporan kinerja para menteri dan kepala lembaga terakhir masuk ke UKP4 5 Oktober pukul 23.55 malam," katanya.
Kuntoro belum bersedia mengungkapkan hasil penilaian kinerja para menteri karena evaluasi terus berjalan. Menurut dia, UKP4 menyoroti setiap bidang di seluruh kementerian, termasuk rencana aksi pembangunan nasional serta upaya penghilangan sumbatan dalam mencapai sasaran pembangunan. ags/way/Ant/AR-1