JAKARTA -- Langkah Panglima TNI Djoko Santoso yang menginstruksikan tentara masuk barak dua atau tiga hari sebelum pilpres tidak menjamin konsistensi penerapan netralitas TNI akan berjalan seperti yang diharapkan. Kendati secara institusional TNI menyatakan netral, namun tersisa celah subjektivitas sehingga netralitas masih dipertanyakan.
Keraguan ini disampaikan pengamat militer Universitas Muhammadiyah Malang, Muhadjir Effendi saat dihubungi Selasa 2 Juni. Celah subjektivitas yang dimaksudkan Muhadjir adalah sistem pengangkatan panglima TNI dan Polri yang merupakan hak prerogatif presiden.
"Sangat mungkin terjadi bias netralitas," tegas Muhadjir. Menurutnya, presiden mengangkat panglima TNI tentu didasari preferensi dan subjektivitas. Preferensi dan subjektivitas ini tergambar dalam keputusan setiap presiden yang memimpin. Biasanya, loyalitas menjadi salah satu pertimbangan utama mengangkat panglima TNI dan Polri.
"Setiap presiden punya pilihan berbeda. Punya preferensi, bukan hanya objektivitas dan meritokratik," tambahnya. Saat sang presiden berasal dari sipil, preferensi bisa tak berdampak besar. namun, lain halnya jika sang presiden adalah mantan perwira TNI. Preferensi akan sangat terasa mengingat di tubuh TNI masih sangat kental dengan sentimen senior dan junior.
"tentu lahir tanya, seberapa besar subjektivitas dan preferensi tak berpengaruh hingga ke bawah?" tanya Muhadjir. Muhadjir pun menjelaskan, keinginan cawapres Golkar-hanura yang juga mantan panglima TNI Wiranto agar TNI tak mempengaruhi publik cukup ideal dan masuk akal.
Muhadjir menilai, tak ada jaminan bahwa anggota TNI tak akan mendorong anggota keluarganya yang memiliki hak pilih agar menjatuhkan pilihan kepada salah satu calon presiden sesuai preferensi tertentu.
Sebelumnya, Wiranto mengatakan kebijakan masuk asrama atau barak pada 2 atau 3 hari menjelang pilpres belum cukup menjamin netralitas TNI berjalan. Wiranto mengaku, dibutuhkan jaminan minimum agar netralitas TNI terjaga dan prajurit tak ikut campur.
"Percuma saja diasramakan kalau aktivitasnya tetap mengarah untuk tidak netral, termasuk dari pihak-pihak yang memanfaatkan TNI," kata Wiranto. Muhadjir Effendi menambahkan, untuk mengetahui apakah TNI telah menegakkan netralitas dalam pilpres nanti atau tidak, mudah disusuri.
Jika hasil pemungutan suara di sejumlah TPS di seluruh Indonesia yang didominasi pemilih dari keluarga TNI menunjukkan hasil dan pola yang memenangkan salah satu calon tertentu, maka TNI bisa dikatakan tidak netral. (ysd)