Gayengnya Membahas Peran Perempuan

Author : Humas | Jum'at, 19 April 2013 10:00 WIB | Koran Pendidikan - Koran Pendidikan

Isu perempuan dan politik tak hanya menarik bagi Indonesia. Wakil Dubes Amerika Serikat (AS) Kristen F. Bauer pun tertarik untuk membahasnya. Hal ini tampak saat American Corner  Universitas Muhammadiyah Malang (Amcor-UMM) menggelar diskusi women in politic, di Perpustakaan Pusat UMM, Selasa (16/4).
Bagi Krsiten, membahas perempuan dalam politik selalu menarik, terutama bagi Indonesia dan AS. Kedua negara memiliki pengalaman unik yang layak dikaji. Bahkan Indonesia pernah memiliki presiden perempuan, sedangkan dirinya merupakan wakil Dubes yang sebelumnya adalah Konjen AS di Surabaya.
“AS dan Indonesia adalah contoh yang sangat baik dalam kehidupan perempuan dalam politik,” kata Kristen yang mengaku semasa menjadi Konjen kerap mengunjungi UMM.
Acara yang juga dihadiri rektor UMM, Muhadjir Effendy, ini diikuti tak kurang 100 peserta dari kalangan dosen dan mahasiswa. Selain Kristen, pembicara yang tampil adalah politisi Partai Hanura Ananda Ya’qud Gudban, mantan komisioner KPU Mutmainnah Mustofa, dan politisi Partai Demokrat Fransiska R.B.
Sebagai politisi di DPRD Kota Malang, Ananda mengaku kesibukannya cukup menyita waktu. Namun demikian, baginya keluarga harus tetap diprioritaskan. “Perempuan harus membuat network atau jaringan dan meningkatkan kualitas dirinya agar mampu bersaing di dunia yang bagi kebanyakan perempuan lainnya dianggap menakutkan. Baik dari bidang birokrasi, perundang-undangan dan keuangan yang cukup menguras kantong,” katanya.

Ananda menambahkan, problem yang sering muncul memang kepercayaan diri perempuan. Mereka mampu tetapi kurang percaya diri. “Dukungan keluarga sangat penting termasuk untuk menumbuhkan kepercayaan diri tersebut,” ungkapnya.
Terkait kuota 30% untuk perempuan, Mutmainnah mengaku risau karena selama ini menjadi broker dalam memenuhi kuota tersebut. Sepertinya parpol hanya membutuhkan perempuan hanya untuk memenuhi kuota. “Padahal banyak sekali perempuan yang mampu dan berkompeten dalam berpolitik, namun mereka enggan untuk mau ikut serta meskipun sudah ada wadah untuk mengembangkan kemampuan mereka,” ujarnya.
Bagi mantan komisioner KPU Kota Malang ini, keluarga tetap mengetahui potensi perempuan dan memberikan dukungan pada perempuan. “Jangan takut akan perceraian, yang perlu diingat adalah tetap seimbang antara keluarga dengan karir,” katanya.
Di sisi lain, Fransiska mengungkapkan bahwa 12 Parpol di kota Malang memiliki anggota perempuan di dalamnya. Idealnya, keberadaan perempuan dalam fraksi tersebut untuk memperjuangkan hak-hak perempuan yang ada.
“Perempuan harus memiliki sikap yang sama dan saling bergandengan tangan. Perempuan juga harus mampu dan mau belajar serta membaca undang-undang yang ada jika ingin berpolitik,” terang Fransiska.
Dalam sesi tanya jawab terungkap berbagai gugatan atas peran politik perempuan.  Kompetisi politisi perempuan seringkali tidak bida ditunjukkan dengan baik, malah yang menonjol adalah profil dirinya, bukan visinya.
“Perempuan perlu pertemanan serta kedewasaan yang baik agar tetap terlihat secara profesional dalam berkompetitif. Potensi mereka harus diwadahi secara baik untuk menjadi kader politik, bukan malah dieksploitasi,” kritik salah seorang peserta.
Sementara itu Konsulat Politik Kedubes AS, Heather Coble, menyarankan agar perempuan lebih aktif dan mobile. “Pendidikan dan bepergian itu penting agar kita bisa memiliki ide-ide baru yang berbeda. Ikutilah hati nurani mana yang lebih penting untuk didahulukan,” tutup Heather. (nia/min-KP)

Sumber: http://presensi-kota-malang.koranpendidikan.com/view/3863/gayengnya-membahas-peran-perempuan.html
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Berita Terpopuler