TEMPO.CO , Malang: Komplotan perjokian yang ditangkap aparat Kepolisian Resor Malang di Yogyakarta dan Jakarta merupakan komplotan profesional yang sudah beraksi selama sembilan tahun. Mayoritas pelaku merupakan alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Trisakti.
Kepala Kepolisian Resor Malang Ajun Komisaris Besar Aris Haryanto menjelaskan, penangkapan lima pelaku oleh polisi merupakan hasil pengembangan dari terungkapnya praktek perjokian di hari pertama ujian masuk Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada 11 Mei 2015.
Panitia seleksi ujian masuk UMM bersama aparat kepolisian menangkap tujuh orang. Empat orang peserta ujian ditetapkan sebagai tersangka dan tiga orang lainnya menjadi saksi yang dikenai wajib lapor.
Penangkapan dilakukan pada Sabtu, 23 Mei 2015. Polisi lebih dulu meringkus Herwanto alias Anto alias Bowo, lalu Heronimus Cenaga alias Roni alias Densus, di rumah masing-masing yang berlokasi di daerah Kaliurang, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Kedua orang ini alumnus UGM. Herwanto adalah otak dan pemimpin jaringan.
Berbekal keterangan Herwanto dan Heronimus, keesokan harinya polisi mencokok Raufiq Asyari alias Rafa alias Nova (adik kandung Herwanto), serta Mustolih alias Alex dan Fajar alias Begeng, di dua hotel di daerah Grogol, Jakarta Barat. Alex dan Begeng warga Yogyakarta.
Nama ketiganya “diperas” dari 38 orang yang diperiksa. Saat itu mereka sedang mengajari calon mahasiswa baru cara mengoperasikan peralatan elektronik canggih untuk dipakai saat ujian masuk Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti.
Penangkapan para pelaku dibantu aparat Kepolisan Daerah Jawa Timur, Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Kepolisian Daerah Metro Jaya. Tim pemburu ini dipimpin anak buah Aris, Kepala Satuan Reserse Kriminal Ajun Komisaris Wahyu Hidayat.
“Koordinasi kami lakukan karena komplotan mereka kami duga sudah sangat terorganisir dan terstruktur, punya jaringan luas secara nasional. Mereka pun tergolong sudah profesional dengan pola kerja yang sangat rapi sehingga mereka bisa beraksi selama sembilan tahun sebelum kami amankan,” kata Aris, Sabtu pagi, 30 Mei 2015.
Barang bukti yang disita dari lima tersangka berupa tiga buah telepon pintar iPhone 5 warna hitam, satu buah iPhone 4 warna hitam, 10 buah Nokia 110, 10 buah handsfree Bluetooth yang sudah dimodifikasi, 10 buah
Wahyu Hidayat menambahkan, pusat koordinasi komplotan tersebut ada di Yogyakarta. Mereka membagi diri dalam dua tim. Selain itu, di tiap tim ada lima orang broker yang bertugas mencari sedikitnya tiga orang calon mahasiswa baru. Namun antarsesama joki yang jadi anggota tim tidak saling kenal. Meski jadi otak jaringan, Herwanto sendiri memimpin langsung satu tim.
“Jaringan mereka mirip jaringan pengedar narkotika dengan sistem sel terputus. Antar-tim atau divisi dibuat tidak saling mengenal. Hanya pentolan dalam jaringan mereka yang saling kenal-mengenal. Sistem sel terputus itu untuk mengelabui dan menghindari kejaran kami,” kata Wahyu.
Lima pelaku yang ditangkap disangka polisi telah melanggar ketentuan Pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman hukuman penjara 10 tahun.