Sejumlah siswa menunjukan poster protes kepada PM Australia Tony Abbott saat aksi Koin Untuk Australia di SD Muhammadiyah 4 Pucang, Surabaya, 23 Februari 2015. Pengumpulan uang koin ini dilaksanakan di sejumlah daerah di Indonesia. TEMPO/Fully Syafi
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah perguruan tinggi Muhammadiyah mengembangkan disiplin ilmu dan kurikulum yang diintegrasikan dengan konsep Islam dengan tujuan ilmu pengetahuan yang diberikan lebih bermanfaat bagi kehidupan.
"Kami sudah memulainya di fakultas psikologi sejak 2012, yang tidak hanya melakukan kajian yang berasal dari Barat, tapi juga kajian Islam. Tahun ini juga dikembangkan ke fakultas lain," kata Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) Bidang Al-Islam dan Kemuhammadiyahan, Zamahsari, di sela seminar "Integrasi Islam dan Disiplin Ilmu" di Jakarta, Senin, 23 Februari 2015.
Gerakan yang mengintegrasikan disiplin ilmu Barat dengan Islam, ujar Zamahsari, juga sudah dilakukan di Universitas Muhammadiyah Malang dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Gerakan ini merupakan kelanjutan pewujudan gagasan KH Ahmad Dahlan, yang sejak 1920 menginginkan integrasi antara ilmu dari Barat dan Islam.
Integrasi ini, menurut Zamahsari, membutuhkan energi yang besar karena pihaknya harus membuat peta jalan dan kajian serta menyiapkan sumber daya manusia dengan antara lain melakukan kritik terhadap ilmu sekuler dari Barat dengan menggunakan konsep-konsep Islam serta membandingkan keduanya di tingkat empiris.
Dalam pengembangan kurikulum ini, ujar dia, Muhammadiyah mengundang sejumlah ilmuwan dari Islam dari International Islamic University Malaysia (IIUM) yang telah melakukan islamisasi ilmu pengetahuan secara besar-besaran di Malaysia, yakni Prof Kamal Hasan, Prof Dr Hazizan Md. Noon, dan Dr Alizi bin Alias.
Mantan Rektor IIUM, Prof Kamal Hasan, mengatakan integrasi ilmu pengetahuan dengan Islam di kampusnya telah dilakukan di berbagai disiplin ilmu, seperti di fakultas kedokteran, teknologi informasi, sains, sains sosial, ekonomi, dan pendidikan.
"Sejak Malaysia dijajah Barat, ilmu-ilmu di Malaysia binaan Barat menafikan ilmu wahyu. Perlu ada paradigma baru yang mampu mengharmonisasi ilmu-ilmu Barat ini dengan ilmu tauhid, karena pemisahan ini merupakan kezaliman terhadap Allah. Itulah mengapa IIUM didirikan pada 1983," kata Kamal.
Ia mencontohkan ilmu sains sosial yang mengajarkan sosiologi dan psikologi dengan memasukkan perspektif Islam serta pengajaran ilmu hukum yang tidak hanya berbasis pada hukum Inggris, tapi juga syariah.
Dalam kesempatan itu, Kamal juga menyatakan kekagumannya terhadap ulama Indonesia, Buya Hamka, yang dia anggap sebagai gurunya setelah membaca berbagai tulisan Hamka. Dia juga menyatakan senang melihat perguruan-perguruan tinggi Muhammadiyah juga mengembangkan paradigma integrasi ini.