Kepulauan Sapeken merupakan kecamatan terjauh dan paling timur (terluar) di Kabupaten Sumenep. Akses menuju Kepulauan Sapeken cukup sulit akibat faktor geografis dan sarana penunjang transportasi belum memadai. Ini membuat kecamatan terisolir, mengalami kesenjangan, dan jauh tertinggal dari kecamatan lainnya, khususnya dari Sumenep daratan.
Angka kemiskinan di daerah yang terletak di Pulau Madura ini masih cukup tinggi. Sebenarnya, Kepulauan Sapeken memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) berbasis bahari atau kelautan yang cukup besar dan sangat potensial untuk dikembangkan. Butuh pihak pendamping untuk melejitkan potensinya. Merasa terpanggil, tim dosen dari Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) melakukan pengabdian masyarakat, yang difokuskan pada pendampingan Industri Rumah Tangga (IRT) Pembuatan Oleh-oleh khas Kepulauan Sapeken dan kelompok nelayan penangkap ikan.
Kegiatan itu disponsori Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) melalui skema Program Penerapan Teknologi Tepat Guna Kepada Masyarakat (PPTTG) tahun 2019. Kegiatan ini juga berkoordinasi dengan tim Community Development (COMDEV) Kangean Energy Indonesia (KEI), sebuah perusahaan minyak dan gas (migas) yang beroperasi di Kepulauan Sapeken yang telah menginisiasi pemberdayaan masyarakat.
Dr. Iin Hindun MKes menjelaskan bahwa berdasarkan hasil observasi dan riset yang dilakukan oleh beberapa dosen sebelumnya, dengan difasilitasi Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas-KEI, terungkap bahwa daerah tersebut menyimpan potensi kelautan yang sangat besar.
"Namun kami berfokus pada dua hal, yaitu mengangkat potensi jajanan atau oleh-oleh yang berasal dari daerah ini. Salah satu yang kami dorong adalah pembuatan abon. Tentu di sini sangat banyak ikan, udang, kepiting, dan hasil lautnya. Oleh karena itu, kami juga memilih mitra kelompok nelayan, sehingga kedua mitra akan bersinergi. Satu menyuplai bahan baku, satunya mengolah menjadi produk khas Kepulauan Sapeken,” ujar Iin Hindun, Selasa (1/10), sebagaimana rilis yang diterima tugumalang.id.
Sementara itu, Thahira Hudrie, ketua kelompok dari IRT “Dapoer Emmak” menuturkan bahwa selama ini banyak persoalan atau kendala yang mereka hadapi. Kendala tersebut, yaitu penggunaan alat masih sederhana, jumlah terbatas dan manual sehingga produksi masih rendah dan pemasaran masih dalam wilayah yang sempit, serta volume yang kecil karena memang jumlah produksi sangat terbatas.
Bantuan yang diberikan berupa paket mesin pembuatan abon. Ada alat pengukus atau presto sehingga pemasakan bahan baku lebih cepat dan merata. Ada pula mesin penggoreng, sehingga abon matang merata dan tidak takut gosong. juga dibantu spinner, sehingga minyak bisa dibuang, maka abon akan awet lebih lama.
“Kami juga dibantu sealer dan diajarkan bagaimana kemasan yang baik. Total biaya alat ini kayaknya lebih dari 60 juta. Bayangkan kalau kami harus beli sendiri. Kami semangat untuk meningkatkan produksi dan membuat aneka produk, sehingga mengangkat nama kepulauan Sapeken,” ujar Thahira semangat. Di tempat terpisah Husni Mubarak, koordinator kelompok nelayan “Sapeken Sejahtera” menginformasikan, sebelumnya permasalahan yang mereka hadapi adalah keterbatasan biaya sehingga hanya memiliki perahu yang kecil, mesin tenaga kecil (GT kecil), akses penerangan dan navigasi yang lemah, dan pemasaran hasil tangkapan yang tidak maksimal.
“Kami berterimakasih mendapatkan bantuan kapal atau boat. Lumayan besar. Sekitar 3 sampai 4 GT. Sudah ada mesinnya juga. Kapal pun sudah dilengkapi dengan tenaga surya. Jadi bila malam, penerangan sesuai dengan keinginan”, imbuh Husni yang mengaku sejak sekolah dasar sudah menjadi nelayan itu. Husni juga mengaku bahwa setelah adanya kapal ini, hasil dan pendapatan meningkat berkali-kali lipat. Mereka juga lebih berani menangkap ikan agak jauh karena kapal dan mesin sudah layak. Hasil tangkapan mereka juga terjamin pemasarannya karena minimal sudah bekerjasama dengan IRT pengolahan abon.(ads).